“Ini adalah tuntutan moral penolakan yang dilakukan oleh mahasiswa terkait pencalonan bupati dan wakil bupati di Merauke, Mappi, Asmat dan Boven Digoel. Secara kompak mereka keluarkan suatu petisi, selanjutnya saya akan sampaikan kepada lembaga untuk diplenokan dan menjadi keputusan lembaga untuk disampaikan kepada para pihak, bupati-wakil bupati yang ada di wilayah adat Anim Ha,” tegas anggota MRP asal Papua Selatan ini.
Albert mengakui hal tersebut merupakan perjuangan identitas diri para kaum muda di Papua Selatan, yang peka terhadap perkembangan situasi sosial ekonomi dan politik, apalagi menjelang pesta demokrasi Pilkada Serentak 2020.
“Saya pikir ini adalah suatu perjuangan anak-anak muda yang ingin menunjukkan identitas diri bahwa mereka tidak diam. Mereka terus berjuang untuk kepentingan masyarakat Orang Asli Papua (OAP) secara keseluruhan khususnya di empat kabupaten ini, supaya para calon wakil bupati-wakil bupati bahkan calon pemimpin lainnya dalam setiap kesempatan apa saja harus diutamakan Orang Asli Papua (OAP),” pesan Albert.
Hal tersebut menurutnya, bukan tak beralasan. Undang-Undang Otonomi Khusus dalam pasal 77 memberikan ruang bahwa hak mutlak ada di masyarakat adat.
“Kalau secara budaya, kira punya rumah. Rumah itu kan ada aturan, ada adat istiadat, penghormatan, saling melihat satu sama lain bahwa mereka bisa berdamai disitu. Apa pun yang kita bawa, tidak mungkin kita bawa ke rumahnya orang lain. Kita harus patuh, ikuti aturan-aturan adat. Jadi penghormatan harus dilebihkan kepada masyarakat OAP. Saya pikir itu penting sekali, sehingga tidak membawa situasi jadi kacau balau,” pungkasnya. (hrs)
