BERITA UTAMAEDITORIAL

Doktor Beatus, Anak Kampung dengan Segudang Prestasi dan Pengalaman Akademis

cropped cnthijau.png
110
×

Doktor Beatus, Anak Kampung dengan Segudang Prestasi dan Pengalaman Akademis

Share this article
Dr. Drs. Beatus Tambaip, MA
Dr. Drs. Beatus Tambaip, MA


Pria berdarah Muyu ini anak kandung dari Bapak Xaverius Tambaip dan Ibu Rosa K. Dia adalah putera kedua dari empat bersaudara, setelah kakaknya nomor satu dr. Titus Tambaip, Direktur Akademi Kebidanan (Abid) Yalenka Maro Merauke. Sebagai anak kampung, dia dibesarkan dalam keluarga sederhana.

Kesederhanaan keluarganya lah yang membentuk Beatus Tambaip menjadi pribadi yang kokoh, ulet dan gigih untuk terus mengejar cita-citanya menjadi tenaga pendidik hingga meraih gelar doktor.

“Saya lahir dari keluarga sederhana. Sebagai anak kampung yang tinggal di Kelapa Lima, Merauke saya terus belajar di sekolah agar kelak jadi orang yang berhasil dan bisa membantu keluarga. Orangtua sendiri juga dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah, mereka menginginkan supaya kedepan kami jangan seperti orangtua yang hidupnya sangat susah,” aku Beatus kepada fajarpapua.com di ruang kerjanya di Stisipol Yalenka Maro Merauke, Sabtu (24/4).

ads

Perjalanan karir dan studinya memang sangat panjang dan berliku. Singkat cerita, Beatus menempuh pendidikan dasar, menengah pertama dan atas di Merauke. Berbekal lulusan SMA Yoanes XXIII Merauke 1981/1982, Beatus Tambaip melanjutkan studi ke Universitas Cenderawasih (Uncen) di Jayapura, meski dengan keterbatasan kemampuan ekonomi kedua orangtuanya.

Selama kuliah Uncen, Beatus dikenal sebagai mahasiswa cukup ulet dan cerdas. Atas kecerdasan dan keuletannya itu dia kerap kali dijuluki mahasiswa berprestasi. Tahun 1984 Beatus bersama para rekan mahasiswa se-angkatannya diseleksi Pemerintah Provinsi Papua untuk dikirim belajar ke Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah selama empat tahun (1984-1989). Mereka ditempah menjadi dosen untuk kembali mengabdi di Uncen.

Tahun 1984 terjadi gejolak aspirasi. Banyak mahasiswa Uncen yang eksodus ke Papua Nugini. Gubernur Papua, Izaac Hindom dan Rektor Uncen, Prof. Dr.Ir.Rudi Tarumingkeng berpikir untuk meredam gejolak, maka pemerintah provinsi membuat program pencangkokan. Sekitar 50 mahasiswa semester III-IV baik dari Uncen maupun Unipa diseleksi pemprov untuk dikirim ke Solo.

“Mereka seleksi kami di satu angkatan, sekitar 70an orang. Kami 4 orang diseleksi dan dipilih, waktu itu saya libur di Merauke. Hasil seleksi saya terpilih. Dari satu angkatan itu, dua yang terpilih, salah satunya Prof. Agus Paten yang sekarang ada di KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara). Kami dikirim ke Universitas Sebelas Maret. Kami dicangkok, katanya dicangkok berarti bahan bakunya bagus. Jadi kami di sana di Jawa selama 5 tahun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *