BERITA UTAMAEDITORIAL

Doktor Beatus, Anak Kampung dengan Segudang Prestasi dan Pengalaman Akademis

cropped cnthijau.png
110
×

Doktor Beatus, Anak Kampung dengan Segudang Prestasi dan Pengalaman Akademis

Share this article
Dr. Drs. Beatus Tambaip, MA
Dr. Drs. Beatus Tambaip, MA

Beatus kembali mengisahkan, ketika menjadi Ketua Jurusan Ilmu Administrasi di Uncen ada aturan pemerintah yang mengatur bahwa perguruan-perguruan tinggi yang satu rumpun ilmu dan ada program studinya terutama perguruan tinggi swasta itu, wajib dibina oleh perguruan tinggi negeri. Makanya dia diberikan kepercayaan untuk membina STIA Karya Dharma Merauke.

“Jadi kami biasa datang lakukan ujian negara cicilan (UNC), kemudian ujian skripsi. Ketika duduk sebagai dosen, saya melihat STIA yang mendidik pegawai-pegawai ini, kok tidak ada anak asli Selatan Papua. Sementara saat bersamaan saya ada di Uncen dan menjadi ketua jurusan. Saya lihat, ini ada ketimpangan. Setiap kali penerimaan mahasiswa baru, cuma ada anak-anak asli dari Serui, Biak, Ayam Maro, dari pantai utara saja. Dari gunung  dan selatan itu malah tidak ada.

ads

“Saya pikir ini ada ketimpangan. Akhirnya pada waktu itu saya bikin satu program untuk anak-anak dari 7 suku yang terima bantuan satu persen dari Freeport. Saya bilang dengan mereka punya senior-senior yang dulu di IPDN dan lanjutkan studi di Fisip bahwa daripada kamu punya uang 1 persen dipakai mabuk-mabuk, mendingan kamu investasi untuk SDM. Saya bikin kelas khusus,” tegasnya.

Atas kebijakannya itu, Beatus Tambaip diprotes habis-habisan. Mengingat, dalam aturan akademik tidak ada kelas khusus. Dia dimintai pertanggungjawaban di senat universitas terkait alasan pendirian kelas khusus itu. Namun karena pertimbangannya yang mendasar dan rasional, usulan tersebut akhirnya diterima senat.

“Tapi syukur bahwa banyak senat mendukung pikiran saya. Saya bilang begini, keberadaan universitas adalah untuk mencerdaskan anak bangsa terutama anak Papua. Terus, kok kita selalu katakan bahwa anak Papua itu selalu tidak bisa. Kita punya keterpanggilan itu dimana? Karena argumen saya lebih memanusiakan, alasan itu akhirnya diterima. Saya berhasil di situ,” ungkapnya.

Dari situlah awal dibuka program-program extension di Uncen. Banyak mahasiswa asli Papua terutama dari gunung ke situ. Potret itu menjadi luar biasa. Sayangnya, mahasiswa dari Merauke bahkan dari selatan Papua justru tidak ada.

Inspirasinya yang didapat ketika belajar di luar negeri, semakin membukakan pikirannya. Bahwa pendidikan menjadi kunci dan ukuran derajat sumber daya manusia. “Waktu saya pulang dari Australia, kita mulai diskusi-diskusi di keluarga, kita harus ambil bagian. Bersamaan dengan itu juga mulai ada perubahan-perubahan. Di sini juga mungkin karena aturan, maka saya agak susah masuk di Pemda. Tapi atas kontribusi saya itu, kami di Uncen itu biasa nampung pegawai-pegawai, sarjana muda,” tuturnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *