BERITA UTAMAEDITORIAL

Doktor Beatus, Anak Kampung dengan Segudang Prestasi dan Pengalaman Akademis

cropped cnthijau.png
107
×

Doktor Beatus, Anak Kampung dengan Segudang Prestasi dan Pengalaman Akademis

Share this article
Dr. Drs. Beatus Tambaip, MA
Dr. Drs. Beatus Tambaip, MA

Tahun 2005, lanjutnya, mulailah didirikannya Yayasan Lentera Kasih, supaya ketimpangan pendidikan dan pembangunan dimana anak-anak Papua tidak mendapat tempat bisa diatasi. Kemudian, tahun 2007 Bupati John Gluba Gebze menggagas agar di Merauke harus ada sebuah perguruan tinggi yang bisa menampung anak-anak asli Papua, sehingga lahirlah Yayasan Animha. Dari situ mulailah STTM. Hal itu pula dalam rangka menjemput wacana pemekaran Provinsi Papua Selatan.

“Beliau gabungkan perguruan tinggi perguruan tinggi swasta, termasuk Stisipol. Waktu itu, Stisipol sedang dibuatkan di Dikti saya bilang bahwa saya bukan lagi pendekatan-pendekatan, tapi sudah berjuang. Akhirnya mereka katakan sabar dulu, dan Bapak John Gluba punya didorong menjadi Universitas Negeri Musamus. Enam bulan kemudian saya punya susul, maka lahirlah Stisipol,” bebernya.
Upaya mengembangkan pendidikan di perguruan tinggi yakni Stisipol Yalenka Maro ternyata tidak semudah membalik telapak tangan. Begitu banyak kendala yang dihadapi Beatus Tambaip untuk membesarkan sekolah ini.

Klik iklan untuk info lebih lanjut
“Tadinya saya berpikir gampang dengan kita dirikan perguruan tinggi swasta, kita tampung anak-anak asli Papua, mereka bisa sarjana dan selesai. Ternyata tidak semudah yang kita bayangkan. Mahasiswa asli Papua ini mereka datang dari lingkungan bermasalah,” kilahnya.

Masalahnya multi dimensi dan terlalu kompleks. Belum lagi jika berbicara bahwa selama 32 tahun di rezim Soeharto tidak dikasih kesempatan. Mereka memang betul-betul mengalami kekerdilan mental secara intelek, belum lagi masalah sosial ekonomi. Rata-rata orang asli Papua ini kan mereka tinggal di kampung-kampung dengan orangtua berpenghasilan tidak tetap dan tergantung di alam.

“Jadi kita itu sibuk mengatur yang bukan akademik. Dan barang ini kita sudah terlanjur buka, kita mau mengeluh ke siapa? Mau berbagi beban kepada siapa lagi? Dan mereka akan katakan anda yang buka, anda yang tanggung jawab, ya udah. Kita tekuni saja melayani. Memang dari awal kita sudah komit membantu sesama. Makanya yayasan ini kan kita punya visi misi memberdayakan kaum tidak berdaya untuk duduk sama rendah sama tinggi. Itu yang jalan sampai sekarang. Di saat yang sama justru saya dapat energi banyak dari Stisipol. Itu membuat karir saya di Uncen berkembang sekali,” akunya.
Sekilas cerita, setelah kembali dari Australia 2003. Tiga tahun berikutnya di 2006 ketika Yayasan Lentera Kasih sudah dibuka di Merauke, waktu itu pula Beatus Tambaip diberikan jabatan sekretaris proyek oleh Rektor Uncen Prof. Dr.Balthasar Kambuaya, MBA selama 3 tahun (2006-2009).

Rupanya Uncen menjalin kerjasama dengan Bappenas RI dan 34 perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia, untuk mengevaluasi kinerja pembangunan daerah. Di Papua, Universitas Cenderawasih yang menangani proyek tersebut dan Beatus Tambaip ditunjuk menjadi ketua tim.

“Saya yang biasa presentasikan di Jakarta, buat laporan. Jabat sekretaris proyek dari 2006-2009, saya tidak berkembang di situ. Akhirnya saya ikut program khusus di Bali Februari-September 2009, itu untuk program kuliah S3 di Belanda. Tetapi saat itu kan ada tanggung jawab kampus di Merauke, akhirnya saya sering pulang pergi. Saya sadar diri bahwa saya tidak konsentrasi untuk itu,” kata Beatus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *