Dari tim seleksi tersebut diutamakan suku Amugme dan Kamoro ataupun 7 suku Papua lainnya, sehingga bisa mengetahui tenaga honorer mana yang masih layak bekerja atau tidak.
“Jika terdapat honorer orang Amungme dan Kamoro ataupun 7 suku Papua yang lain tidak layak dalam segi kehadiran maupun keaktifannya maka patut dirumahkan,” bebernya.
Dalam seleksi tersebut harus ada 4 syarat yang pertama latar belakang pendidikan, kedua umum, ketiga usia dan yang terakhir rajin bekerja. Keempat syarat tersebut bisa menyaring kelayakan tenaga honorer dalam bekerja.
Agus Anggaibak sangat menyayangkan hal ini, bahkan beberapa tenaga honorer orang asli papua (OAP) juga menerima dampak pemberhentian tersebut.
Dijelaskan OAP yang lahir di Papua tidak mungkin mencari kerja di tempat lain, bahkan mereka juga akan berinisiatif untuk tetap mengabdi pada pemerintahan.
“Kalau memang OAP yang menjadi honorer tersebut masanya lebih dari 5 tahun maka itu tidak wajar dirumahkan kecuali kalau mereka malas. Kalau rajin tapi dirumahkan itu sudah tidak benar,” jelasnya.
Dikatakan, langkah Bupati Mimika menambah jumlah pengangguran di Kabupaten Mimika.
Sementara sejumlah pimpinan OPD saat diwawancarai fajarpapua.com mengaku aktivitas terhenti sebab banyak tugas sentral di OPDnya yang ditangani honorer. “Tinggal kami berapa orang saja di kantor, macet total,” ujar seorang pimpinan OPD yang enggan dikorankan namanya, Rabu (2/6).
Pimpinan OPD lain mengaku tidak bisa berbuat apa-apa dengan kebijakan mendadak tersebut. “Biar mereka bikin saja sesuka hati, nanti lihat saja sendiri dampaknya,” ungkap seorang pimpinan OPD pasrah.(rul)