“Mi kata temen Aceng, nasinya begini (pulen) punya Aceng begini (keras), tapi tidak apa-apa yang penting bisa dimakan,” ujar ibunya saat menceritakan percakapan dirinya dengan sang anak.
Sang ibu merasa bersyukur karena meski diajak hidup susah sejak masih kecil hingga saat ini Hendra tidak pernah mengeluh.
Bahkan tidak jarang karena tidak memiliki pekerja yang membantu di kebun, kedua orang tuanya meminta Hendra untuk membantu mencabut rumput di kebun mereka.
“Sejak kecil, saya ajak Hendra mencabut rumput, kehujanan, kepanasan, dia selalu mengikut kepada saya,” ujarnya.
Sementara terkait kemampuan Hendra dalam melantunkan Al Qur’an, Sang Ibu meyakini itu karena bimbingan dari pihak sekolah.
“Di sekolah, dia ikut ngaji dan kemudian karena dinilai punya kelebihan diikutkan lomba. Pada awalnya, hanya ikut lomba adzan pada saat kelas 3 SD,” katanya.
Namun saat itu Hendra, kisahnya selalu gagal mendapatkan juara dalam setiap lomba yang diikutinya.
“Hingga kemudian dia meraih juara harapan, mendapatkan Al Qur’an sebagai hadiahnya dan hingga kini Al Qur’an itu digunakan,” urainya.
Sejak mendapat hadiah dari juara harapan itulah, Hendra kemudian giat berlatih dan belajar mendalami bacaan sehingga sang ibu sempat meminta kiriman Al Qur’an dari keluarganya di kampung karena dirinya tidak tahu harus membeli dimana.
“Saya dan bapaknya kan hanya tahu kebun, pasar, Puskesmas. Saya tidak tahu beli Al Qur’an itu dimana, makanya saya titip ke orang yang pulang kampung,” ceritanya.
Namun sekarang lanjutnya, dirinya merasa bersyukur karena banyak orang yang membantu memberi Al Qur’an untuk Hendra.
