Timika, fajarpapua.com- Sebanyak 443 sumberdaya manusia dilibatkan sebagai pendamping keluarga oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Mimika, Papua Tengah.
Pelibatan ratusan pendamping keluarga yang berlatar kader Posyandu itu dimaksudkan untuk memperkuat upaya pencegahan stunting di daerah ini.
Sekretaris DP3AP2KB Kabupaten Mimika, Supiah Sarawenah mengatakan pendamping keluarga ini bertugas mendampingi, memberikan pemahaman sekaligus mempraktikkan hidup sehat serta pemenuhan gizi guna mencegah stunting.
“Mereka merupakan kader Posyandu yang dibekali dengan pengetahuan tentang pola asuh, pola makan, dan sanitasi yang mendukung tumbuh kembang anak secara optimal, ” katanya.
Menurut Supiah, stunting merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi Kabupaten Mimika, untuk itu intervensi langsung di tingkat keluarga menjadi prioritas utama.
“Keluarga adalah garda terdepan dalam memastikan anak-anak tumbuh sehat. Oleh karena itu pendampingan keluarga menjadi fokus utama kami, ” ujarnya.
Dia menjelaskan, pendamping keluarga tidak hanya memberikan edukasi tetapi juga membantu masyarakat mengakses layanan kesehatan seperti posyandu, pemeriksaan ibu hamil, dan pemberian makanan tambahan untuk balita.
“Pendamping keluarga juga berperan dalam mengidentifikasi anak-anak yang berisiko stunting agar dapat segera ditangani,” katanya lagi.
Pihaknya berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti puskesmas, kader kesehatan, dan pemerintah desa untuk memastikan program ini berjalan efektif.
“Sinergi ini penting untuk memaksimalkan dampak positif dari program pencegahan stunting yang kami jalankan,” tutupnya.
Sebelumnya Staf Ahli Bupati Mimika Bidang Keuangan, Ekonomi dan Pembangunan Inosensius Yoga Pribadi, mengatakan stunting merupakan ancaman serius bagi generasi mendatang.
“Stunting menjadi ancaman serius generasi penerus, ini bukan hanya masalah tinggi badan, kondisi ini juga mempengaruhi perkembangan kognitif, kesehatan, dan produktivitas anak pada masa depan, ” katanya.
Menurut Yoga, stunting terjadi akibat kurang gizi kronis dan infeksi berulang pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), ini mencakup masa sejak anak dalam kandungan hingga usia dua tahun.
Pemerintah lanjutnya menargetkan penanganan stunting melalui pendekatan konvergensi, melibatkan pemangku kepentingan lintas sektor.
“Kami melakukan evaluasi tahunan untuk memastikan efektivitas program yang telah berjalan, data prevelensi stunting dari distrik hingga kampung menjadi dasar merumuskan kebijakan dan memperbaiki langkah ke depan, ” ujarnya.
Dia menjelaskan ada lima pilar utama dalam menangani stunting yakni komitmen pemimpin, kampanye perubahan perilaku, konvergensi program, akses pangan bergizi, serta pemantauan dan evaluasi.
“Pilar-pilar ini harus diterapkan secara konsisten di tingkat kabupaten hingga desa lokasi khusus (lokus) yang menjadi prioritas, ” katanya. (red)