PARIWARA
Timika, fajarapapua.com – Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (LEMASA) menegaskan penolakan terhadap operasi wisata pendakian Gunung Cartensz yang dilakukan tanpa persetujuan dan keterlibatan masyarakat adat setempat.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif LEMASA, Stingal Johnny Beanal menyusul rencana pendakian oleh sekitar 80-90 wisatawan asing yang dijadwalkan pada 19 Februari 2025.
Dalam wisata pendakian ini, PT Tropik, sebuah perusahaan yang dinilai tidak melibatkan pemilik wilayah adat dalam proses perizinan.
Dirinya menyatakan, selama 17 tahun lebih operasi wisata di kawasan tersebut berlangsung, lembaga adat sebagai pemilik wilayah tidak pernah dilibatkan atau dimintai persetujuan.
“Kami sebagai pemilik gunung, pemilik tempat, tidak tahu sama sekali tentang permainan tingkat tinggi ini. Sampai saat ini, tidak ada keterlibatan kami, tidak ada surat izin dari lembaga adat,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut harus menghentikan aktivitasnya hingga ada kesepakatan resmi dengan lembaga adat dan masyarakat setempat.
“Kami tidak mengizinkan pendakian besok. Kita harus duduk bersama, bermusyawarah dengan pemilik wilayah, dan mencari solusi yang adil,” ujarnya.
Ia, juga meminta agar perusahaan-perusahaan penerbangan, seperti Incan Angkasa, Kumala, Dinamo, dan Asian One, tidak lagi mengangkut wisatawan tanpa izin dari lembaga adat.
“Kami tegas menyatakan, besok tidak boleh ada lagi operasi atau pengangkutan turis asing ke Cartensz tanpa persetujuan kami,” tegasnya.
Tokoh masyarakat setempat, Anis Wanmang, menyampaikan bahwa keluhan masyarakat telah disampaikan kepada lembaga adat akibat pendakian yang dilakukan secara sepihak tanpa menghargai hak-hak pemilik wilayah.
“Jika ada perusahaan yang ingin memajukan wisata pendakian Gunung Cartensz, mereka harus melibatkan pengusaha asli Papua dan menghargai masyarakat adat,” tegasnya.
Wanmang menambahkan, selama bertahun-tahun operasi wisata berlangsung, masyarakat tidak pernah memahami perkembangan atau kemajuan yang dihasilkan.
“Mulai tahun 2024, kami baru tahu prosedur dan perjalanannya. Kami meminta kepada Taman Nasional, Polda Papua, dan Kapolres untuk menghargai masyarakat daerah dan mengatur pengembangan wisata melalui satu pintu, yaitu lembaga adat,” ujarnya.
Ia juga meminta agar pemerintah daerah segera menetapkan regulasi khusus yang melindungi wilayah adat dan mengatur masuknya wisatawan berdasarkan aturan yang berlaku.
“Siapapun yang ingin masuk ke wilayah adat kami harus melalui lembaga adat. Jangan sekali-kali menggunakan kekuatan militer atau aturan sepihak,” tegas Wanmang.
Masyarakat adat Suku Amungme menuntut agar perizinan operasi wisata di Gunung Cartensz dicabut jika tidak melibatkan lembaga adat. Mereka menegaskan bahwa wilayah adat adalah milik mereka, dan segala aktivitas yang dilakukan di dalamnya harus mendapat persetujuan dari pemilik sah.
“Kami meminta kepada Kapolres Mimika untuk mencabut izin operasi perusahaan-perusahaan yang tidak melibatkan lembaga adat,” kata Wanmang.
Ia menambahkan, lembaga adat siap berdialog dengan semua pihak untuk mencari solusi terbaik.
“Kami ingin semua pihak senang, baik pemilik wilayah maupun perusahaan. Namun, hal ini harus dilakukan dengan transparan dan adil,” ujarnya.
LEMASA dan masyarakat adat setempat menegaskan komitmen mereka untuk melindungi hak-hak adat dan wilayah mereka.
Mereka meminta semua pihak, termasuk pemerintah dan perusahaan, untuk menghargai dan melibatkan mereka dalam setiap aktivitas yang dilakukan di wilayah adat.
Tanpa keterlibatan dan persetujuan dari pemilik wilayah, operasi wisata di Gunung Cartensz tidak akan diterima dan akan terus ditolak. (moa)