BERITA UTAMAMIMIKA

Ternyata Ini Alasan Mahkamah Konstitusi Menolak Gugatan Paslon Nomor Urut 2 Pada Sidang Sengketa Pilkada Mimika

690
×

Ternyata Ini Alasan Mahkamah Konstitusi Menolak Gugatan Paslon Nomor Urut 2 Pada Sidang Sengketa Pilkada Mimika

Share this article
IMG 20250224 WA0263
Kuasa Hukum Pemohon (kanan) hadir pada persidangan Pengucapan Putusan Perkara Nomor 272/PHPU.BUP-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati Kabupaten Mimika, Senin (24/2) di Ruang Sidang Pleno MK. Foto : Humas MK

Jakarta, fajarpapua.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutus permohonan Perkara Nomor 272/PHPU.BUP-XXIII/2025 mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati Mimika Tahun 2024 yang dimohonkan Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 2 Maximus Tipagau dan Peggi Patricia Pattipi, tidak dapat diterima.

Menurut Mahkamah, dalil-dalil permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya, termasuk mengenai dugaan pelanggaran sistem pemilihan ‘one man one vote’ berupa pelaksanaan sistem noken di beberapa distrik di Kabupaten Mimika.

“Dalam pokok permohonan menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan pada Senin (24/2/2025) di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 Gedung MKRI 1, Jakarta.

Dalam pertimbangan hukum Mahkamah, Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan Kabupaten Mimika bukan daerah yang menyelenggarakan pemungutan suara dengan sistem noken/ikat sebagaimana Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 1774 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Pada distrik-distrik yang didalilkan Pemohon menggunakan sistem noken dimaksud, terdapat fakta berupa empat surat suara tidak sah pada rekapitulasi Distrik Agimuga, Distrik Mimika Barat, Distrik Mimika Barat Jauh, Distrik Alama, Distrik Amar, Distrik Hoya, Distrik Mimika Tengah, serta Distrik Iwaka terdapat sejumlah surat suara tidak sah dan surat suara tidak terpakai pada rekapitulasi di masing-masing distrik. Dalam batas penalaran yang wajar, jika benar menggunakan sistem noken, tidak akan terdapat sejumlah surat suara yang dinyatakan tidak sah.

Tidak hanya kedua fakta tersebut, terdapat pula pengawasan yang dilakukan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Mimika tidak menemukan dugaan pelanggaran berupa penggunaan sistem noken di wilayah tersebut.

“Berdasarkan pertimbangan dan fakta hukum tersebut di atas, dalil Pemohon berkenaan dengan penggunaan sistem noken/ikat pada beberapa distrik di Kabupaten Mimika adalah tidak beralasan menurut hukum,” jelas Saldi.

Penyalahgunaan Surat Suara Sisa

Selain itu, Pemohon juga mendalilkan adanya pembagian surat suara sisa oleh Panitia Pemilihan Distrik (PPD) Tembagapura kepada perolehan suara masing-masing pasangan calon. Saldi menjelaskan, secara faktual adalah benar telah terjadi pembagian surat suara sisa yang tidak digunakan ketika pemungutan suara pada 36 TPS di Distrik Tembagapura yaitu sebanyak 1.541 surat suara sisa sebagaimana laporan hasil pengawasan Panitia Pengawas (Panwas) Distrik Tembagapura bertanggal 4 Desember 2024.

Atas laporan tersebut, Panwas Distrik Tembagapura mengeluarkan rekomendasi pada hari yang sama untuk membatalkan surat suara dimaksud. Terhadap rekomendasi Panwas Distrik ini, PPD Tembagapura menindaklanjutinya dengan cara membatalkan sisa surat suara yang ditambahkan kepada masing-masing paslon yaitu 286 suara kepada Paslon 1, 258 kepada Paslon 2, dan 997 kepada Paslon 3. Pembatalah sisa surat suara tersebut dituangkan dalam Salinan D.Hasil dengan ditandatangani Ketua dan Anggota PPD Tembagapura yang disetujui ketiga saksi paslon serta disaksikan Panwas Distrik Tembagapura.

“Berdasarkan pertimbangan dan fakta hukum tersebut di atas, dalil Pemohon berkenaan dengan pembagian sisa surat suara di Distrik Tembagapura adalah dalil yang tidak dapat dibenarkan. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum,” kata Saldi.

Pemilih Tidak Berhak Mencoblos

Kemudian, Mahkamah mempertimbangkan dalil Pemohon perihal adanya pemilih yang tidak berhak menggunakan hak untuk mencoblos dan sisa surat suara cadangan dicoblos serta tidak adanya daftar hadir pemilih sesuai dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) termasuk Daftar Hadir Pemilih Tambahan (DPTb) dan pemilih pindahan yang menyebabkan pemilih di seluruh TPS pada Kabupaten Mimika tidak terdapat terverifikasi dan tervalidasi sebagai pemilih yang berhak memilih. Namun ternyata terdapat rekomendasi pemungutan suara ulang dari Bawaslu Kabupaten Mimika, dalam hal ini Panwas Distrik Wania dan Panwas Distrik Mimika Baru.

Akan tetapi, KPU Mimika selaku Termohon hanya menjalankan pemungutan suara ulang di beberapa TPS, sedangkan tujuh TPS lainnya tidak karena rekomendasi pemungutan suara ulang tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berkenaan dengan adanya rekomendasi Bawaslu yang tidak dijalankan Termohon, Mahkamah menilai Bawaslu Mimika dan KPU Mimika telah menjalankan fungsi masing-masing institusi sebagai penyelenggara pemilih.

Andaipun rekomendasi PSU di tujuh TPS dimaksud dilaksanakan juga oleh Termohon, hasil perolehan suara yang mungkin diraih paslon selain Pihak Terkait (Paslon Nomor Urut 1 Johannes Rettob-Emanuel Kemong) baik Paslon 2 maupun Paslon 3 tidak signifikan berpengaruh pada perolehan suara Pihak Terkait. Secara ekstrem, jika terjadi semua jumlah pemilih yang terdapat dalam DPT pada tujuh TPS tersebut ditambah dengan surat suara cadangan sebesar 2,5 persen hanya diberikan kepada Paslon 2 dan Paslon 3, kemungkinan perolehan suara juga tidak akan mampu mengubah posisi Pihak Terkait sebagai peraih suara terbanyak.(red/MK)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *