MINGGU Palma merupakan salah satu momen penting dalam kalender liturgi Gereja Katolik dan berbagai denominasi Kristen lainnya.
Perayaan ini menandai awal dari Pekan Suci—masa paling sakral dalam kehidupan liturgis Gereja—yang berpuncak pada misteri sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus.
Dalam peristiwa yang dicatat dalam Injil, Yesus memasuki Yerusalem dengan menunggang seekor keledai, dan disambut oleh kerumunan orang yang melambai-lambaikan daun palma serta berseru penuh sukacita: “Hosana bagi Anak Daud! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” (Mat 21:9).
Sambutan tersebut adalah bentuk pengakuan atas Yesus sebagai Mesias yang dinanti-nantikan.
Namun, pesan yang terkandung dalam peristiwa ini jauh melampaui euforia sesaat.
Yesus tidak datang dengan simbol kekuasaan duniawi, seperti menunggang kuda perang, melainkan dengan keledai—lambang kerendahan hati dan kedamaian.
Ini adalah penegasan bahwa Kerajaan Allah dibangun bukan dengan kekerasan atau kekuasaan, tetapi dengan kasih, pengorbanan, dan damai.
Daun palma, dalam tradisi kuno, melambangkan kemenangan dan kehidupan kekal.
Dalam konteks Minggu Palma, simbol ini menjadi pengingat akan kemuliaan yang sejati: kemuliaan yang lahir dari salib.
Ironisnya, orang-orang yang berseru “Hosana” pada Minggu Palma adalah mereka juga yang beberapa hari kemudian berseru, “Salibkan Dia!”
Liturgi Minggu Palma menjadi pintu masuk menuju misteri Paskah.
Ia mengajak umat beriman untuk merenungkan dinamika iman—antara pujian dan pengkhianatan, antara kemuliaan dan penderitaan.
Dalam mengikuti prosesi palma, umat tidak hanya mengenang peristiwa sejarah, tetapi juga menyatakan kesiapan untuk mengikuti Kristus bukan hanya di saat kemuliaan, tetapi juga dalam perjalanan menuju salib.
Minggu Palma mengajarkan iman sejati tidak diukur dari sorak-sorai, tetapi dari kesetiaan—dalam suka dan duka, dalam kemenangan maupun penderitaan.
Melalui perayaan ini, umat dipersiapkan untuk memasuki kedalaman misteri keselamatan yang memuncak pada Paskah: kemenangan kasih atas dosa dan maut.
Setia di Tengah Sorak dan Sunyi
Bacaan: Matius 21:1-11
“Hosana bagi Anak Daud! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” (Mat 21:9)
Minggu Palma membuka pintu menuju Pekan Suci, sebuah perjalanan batin yang membawa kita mengikuti jejak Kristus dalam sengsara-Nya.
Di awal pekan ini, kita mengenang peristiwa Yesus masuk ke Yerusalem. Ia disambut dengan gegap gempita, daun palma dikibaskan, pakaian dihamparkan, dan seruan “Hosana” menggema di udara.
Namun, hanya dalam hitungan hari, suasana itu berubah drastis. Sorak-sorai berubah menjadi teriakan penuh amarah: “Salibkan Dia!” Sambutan hangat menjadi penolakan. Pujian berganti dengan pengkhianatan.
Pertanyaannya untuk kita: di mana posisi kita saat itu?
Apakah kita termasuk yang berseru “Hosana”, tetapi kemudian ikut-ikutan berteriak “Salibkan Dia” saat suasana berubah? Apakah kita hanya memuji Tuhan di saat segalanya berjalan baik, namun mundur saat menghadapi penderitaan dan tantangan iman?
Yesus masuk ke Yerusalem bukan dengan kuda perang, tetapi dengan keledai—simbol kerendahan hati dan damai. Ia menunjukkan bahwa Mesias yang sejati tidak datang untuk berkuasa secara duniawi, tetapi untuk melayani dan menyerahkan hidup-Nya bagi banyak orang.
Minggu Palma mengajak kita untuk:
- Merenungkan makna kesetiaan: Apakah iman kita hanya hidup saat suasana hati sedang baik? Atau kita tetap setia di saat hidup terasa berat dan jalan salib terasa nyata?
- Meneladani kerendahan hati Kristus: Maukah kita merendahkan diri untuk mengampuni, mengasihi, dan melayani, seperti Kristus yang rela merendahkan diri-Nya demi keselamatan kita?
- Menjalani Pekan Suci dengan hati yang terbuka: Apakah kita siap mengikuti Yesus bukan hanya dalam kemuliaan, tetapi juga dalam penderitaan?
Mari kita sambut Yesus bukan hanya dengan daun palma dan seruan “Hosana”, tetapi juga dengan hati yang siap memikul salib bersama-Nya. Karena hanya dengan berjalan bersama-Nya dalam jalan salib, kita bisa mengalami kemuliaan kebangkitan-Nya.
Doa Penutup:
Tuhan Yesus, ajarilah kami untuk setia seperti Engkau yang setia hingga akhir. Biarlah Minggu Palma ini menjadi awal dari pertobatan yang sungguh, agar kami tidak hanya memuji-Mu di mulut, tetapi juga mengikuti-Mu dengan hati yang rela berkorban. Amin. *** (Disadur dari berbagai sumber)