Timika, fajarpapua.com – Kontak tembak antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) dilaporkan terjadi di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, Selasa (13/5/2025) pagi.
Dalam insiden tersebut, tiga anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB OPM) dilaporkan tewas dan dua lainnya mengalami luka-luka. Mereka menjadi korban ledakan bom ranjau yang diduga dipasang di tubuh rekan mereka yang sebelumnya tewas dalam baku tembak.
Informasi ini disampaikan dalam siaran pers Manajemen Markas Pusat KOMNAS TPNPB-OPM yang diterima redaksi fajarpapua.com pada Kamis (15/5/2025).
Juru Bicara TPNPB, Sebby Sambom, menyebut ranjau tersebut meledak saat tim TPNPB berupaya mengevakuasi jenazah rekannya.
“Jenazah dipasang ranjau oleh militer pemerintah Indonesia tanpa diketahui pasukan kami. Saat evakuasi dilakukan, ranjau meledak dan menyebabkan dua anggota gugur serta dua lainnya luka-luka,” kata Sebby dalam keterangan tertulis.
Adapun nama-nama anggota TPNPB yang tewas dalam insiden itu adalah Gus Kogoya, Notopinus Lawiya, dan Kanis Kogoya. Sementara dua yang luka-luka yakni Tinus Wonda dan Dnu-Dnu Mirip kini menjalani perawatan di markas TPNPB.
Selain insiden ledakan ranjau, TPNPB juga menuding aparat TNI melakukan operasi militer di sejumlah kampung di Distrik Sugapa dan Hitadipa pada waktu yang hampir bersamaan. Operasi tersebut disebut berlangsung secara brutal dan membabi buta sejak dini hari.
TPNPB menyebut setidaknya empat warga sipil tertembak dalam operasi itu, termasuk seorang ibu dan anak. Diantaranya Junite Zanambani yang tertembak di tangan dan putranya Minus Yegeseni yang terluka di bagian telinga.
Dalam laporan yang sama, disebutkan pula adanya tiga warga—termasuk seorang pendeta dan kepala desa—yang diduga diculik dan kemudian tewas ditembak. Ketiga jenazah diklaim telah dikremasi di wilayah Hitadipa.
Menanggapi situasi ini, TPNPB menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto dan Panglima TNI untuk menghentikan penggunaan bom ranjau dalam operasi militer, karena dianggap melanggar hukum humaniter internasional.
“Kami juga mendesak Bupati Intan Jaya untuk menarik seluruh pos militer dari wilayah pemukiman warga demi mencegah korban sipil lebih lanjut,” tambah Sebby.
Hingga berita ini diturunkan, pihak TNI belum memberikan pernyataan resmi terkait tudingan yang dilayangkan oleh TPNPB.(red)