Timika, fajarpapua.com – PT Freeport Indonesia (PTFI) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) melakukan penanaman mangrove seluas 5 hektare di Desa Sabuhur, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan sebagai bagian dari komitmen PTFI untuk menanam 10 ribu hektare mangrove hingga tahun 2041.
“PTFI melaksanakan program Percepatan Rehabilitasi Mangrove seluas 8.000 hektare di Papua dan 2.000 hektare di berbagai wilayah lainnya di Indonesia. Ini merupakan komitmen perusahaan terhadap Program Nasional Percepatan Rehabilitasi Mangrove demi pemulihan ekosistem agar memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat pesisir,” ujar Presiden Direktur PTFI Tony Wenas usai penanaman mangrove.
Penanaman mangrove secara simbolis dilakukan Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLH/BPLH Rasio Ridho Sani, Presiden Direktur PTFI Tony Wenas, bersama jajaran Pemprov Kalimantan Selatan, Pemkab Tanah Laut, dan manajemen PTFI, Senin (2/6).
Tony menjelaskan kegiatan ini menjadi titik awal dari program rehabilitasi 500 hektare mangrove di Kalimantan Selatan, terdiri atas 400 hektare di Kabupaten Tanah Laut dan 100 hektare di Kabupaten Kotabaru.
Penanaman mangrove di Desa Sabuhur merupakan tindak lanjut Nota Kesepahaman antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), dan PTFI yang ditandatangani pada Juni 2023. PTFI dan ULM juga telah menandatangani nota kesepahaman terkait restorasi mangrove, pengelolaan lahan basah, serta penguatan Tri Dharma Perguruan Tinggi pada Februari 2025.
Deputi Rasio Ridho Sani mengungkapkan Indonesia memiliki hutan mangrove seluas 3,4 juta hektare, terbesar di dunia, dengan 23 persen populasi mangrove dunia berada di Indonesia.
Ia menambahkan total potensi penyimpanan karbon mangrove Indonesia sangat signifikan secara global. Namun, ekosistem ini menghadapi tekanan serius seperti alih fungsi lahan, tambak intensif, pencemaran plastik, dan reklamasi.
“Mangrove bukan sekadar peneduh pesisir. Ia adalah penopang ekonomi biru, penjaga daratan dari krisis, dan penangkap karbon,” ujar Rasio.
Ia menekankan bahwa ekosistem mangrove berperan penting sebagai solusi berbasis alam untuk mitigasi perubahan iklim, pelindung alami pesisir, destinasi ekowisata, tempat berkembang biak biota laut dan sungai, serta habitat keanekaragaman hayati.
“Dengan dukungan dunia usaha, rehabilitasi mangrove menjadi nyata. Hari ini saya menanam mangrove bersama PT Freeport Indonesia, Universitas Lambung Mangkurat, serta nelayan dan pelaku usaha di Kalimantan Selatan. Langkah kecil, dampak besar. Mari dukung restorasi dan ekonomi biru,” tambahnya.
Tony menyampaikan sejak 2005 hingga saat ini, PTFI telah melakukan penanaman mangrove seluas lebih dari 1.500 hektare di wilayah pesisir Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PTFI. Perusahaan akan terus bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat untuk mencapai target 10 ribu hektare.
“Sebelum di Tanah Laut, pada 2023 penanaman mangrove seluas 5 hektare dilakukan di IKN dan pada 2024 seluas 25 hektare di Deli Serdang, Sumatera Utara,” jelas Tony.
Melanjutkan upaya tersebut, PTFI bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) telah memverifikasi berbagai lokasi penanaman mangrove yang diusulkan Kementerian Lingkungan Hidup. Sebanyak 834 hektare area telah teridentifikasi untuk penanaman mulai 2025 di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Bali, dan Kalimantan.
Pada hari yang sama, dalam rangka Hari Lingkungan Hidup, ULM bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan PTFI menyelenggarakan Seminar Nasional bertema “Menata Masa Depan Mangrove Indonesia: Kolaborasi Ilmu, Aksi, dan Kebijakan Untuk Mengakhiri Polusi Plastik” di Auditorium Kampus ULM. Sebanyak 1.000 mahasiswa turut hadir dalam kegiatan tersebut. (ron)