BERITA UTAMAYPMAK

13 Peserta Beasiswa YPMAK Dididik Jadi Calon Imam Katolik

238
×

13 Peserta Beasiswa YPMAK Dididik Jadi Calon Imam Katolik

Share this article
Peserta beasiswa, pembina, serta Tim Monev YPMAK berfoto bersama di SMA Seminari St. Fransiskus Xaverius, Kakaskasen, Kota Tomohon, Sulawesi Utara, Selasa (2/7).

Timika, fajarpapua.com – Sebanyak 13 putra asli dari suku Amungme dan suku Kamoro, peserta program beasiswa Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK), tengah menempuh pendidikan di Seminari Menengah Santo Fransiskus Xaverius Kakaskasen, Kota Tomohon, Sulawesi Utara. Mereka dipersiapkan menjadi calon imam Katolik.

Program ini merupakan hasil kerja sama YPMAK—pengelola dana kemitraan PT Freeport Indonesia—dengan seminari tersebut sejak tahun 2022. Para peserta menjalani pendidikan selama empat tahun, terdiri atas tiga tahun setara SMA dan satu tahun kelas persiapan lanjutan.

Hingga saat ini, total 13 peserta telah menjalani pendidikan di seminari, yang terbagi dalam angkatan tahun 2022, 2023, dan 2024.

Rektor SMA Seminari Menengah Santo Fransiskus Xaverius, Pastor Albertus Imbar, menjelaskan seminari ini bertujuan membentuk calon imam Katolik yang memiliki kepribadian unggul dan daya juang tinggi.

“Awalnya kami menerima 26 anak, tetapi tiga di antaranya mengundurkan diri karena alasan kesehatan dan ketidakmampuan, lalu melanjutkan pendidikan di sekolah lain,” ungkap Pastor Albertus saat menerima kunjungan Ketua Pengurus dan Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) YPMAK, Selasa (2/7).

Selama mengikuti pendidikan, para siswa juga dibekali pelajaran bahasa Latin, Inggris, Jepang, dan Indonesia. Mereka dididik dalam lingkungan komunitas dan diajarkan nilai-nilai pastoral.

“Kami bangga ada anak-anak dari Mimika yang terpanggil menjadi imam Katolik melalui program beasiswa YPMAK,” tuturnya.

Pastor Albertus menambahkan bahwa seminari menerapkan dua kurikulum, yakni Kurikulum Merdeka dari pemerintah untuk jenjang SMA, dan kurikulum khusus seminari untuk pendidikan pastoral dan kehidupan berkomunitas.

“Kami tidak memaksakan mereka untuk menjadi imam. Jika mereka merasa terpanggil, itu anugerah. Namun jika tidak, mereka tetap telah dibekali untuk menjalani kehidupan yang lebih baik,” pungkasnya. (moa)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *