Timika, fajarpapua.com – Kuasa hukum korban dugaan penembakan di Mile 60, Distrik Kuala Kencana, Kabupaten Mimika, menyatakan akan menyurati Presiden RI Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Hal ini dilakukan menyusul ketidakjelasan status hukum kliennya berinisial RR, yang saat ini tengah dirawat di RSUD Mimika akibat luka tembak.
Dalam konferensi pers yang digelar Senin malam (7/7) di Jalan Yos Sudarso, Timika, Agli Haryo Sikel, SH, dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Papua Tengah, mengungkapkan menurut keterangan korban, peristiwa terjadi pada Sabtu (5/7) ketika korban dan lima rekannya sedang berada di dalam tenda dan tiba-tiba terdengar suara tembakan.
“Korban panik dan melarikan diri, namun ditembak dengan peluru karet sebanyak delapan kali. Setelah jatuh, korban juga dipukul oleh anggota Satgas Amole. Dua rekannya mengalami luka akibat terjatuh dan satu orang lainnya tertembak di lengan,” jelas Agli.
Ia mengaku kliennya tidak mengetahui kesalahan apa yang menyebabkan korban diperlakukan demikian. Upaya untuk mengunjungi korban di RSUD Mimika juga dihalangi, bahkan pengacara sempat dilarang masuk dan berdebat dengan petugas keamanan.
“Saya ditolak saat hendak menemui klien saya di rumah sakit. Kami hanya ingin tahu status hukumnya—apakah sebagai tersangka atau bukan. Jika tersangka, silakan ikuti prosedur, tapi hingga kini statusnya belum jelas. Ketika akhirnya diizinkan masuk, kami masih dikawal ketat dengan senjata. Ini jadi pertanyaan besar,” ujarnya.
Agli juga mengungkapkan laporan yang mereka ajukan ke Propam Polres Mimika ditolak dan hanya diarahkan ke bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas), yang menurutnya bukan ranah yang tepat untuk kasus ini.
“Laporan kami ditolak. Kami sempat berargumen dengan petugas, karena kami ingin kejelasan status hukum klien kami. Apakah dia mencuri atau hanya jadi korban penembakan, harus diuji secara hukum,” tegasnya.
Karena tidak mendapatkan kepastian, pihaknya akan menyurati secara resmi Presiden, Kapolri, Komisi III DPR RI, Propam Mabes Polri, Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), dan Polda Papua Tengah.
“Surat resmi sedang kami siapkan malam ini dan akan dikirim besok,” pungkasnya.
Penjelasan Satgas Amole dan Polres Mimika
Menanggapi hal ini, Ka Ops Satgas Amole Kombes Pol Irwan Yuli Prasetyo dalam rilis resminya menjelaskan, kejadian ini merupakan tindak lanjut dari laporan SRM PT Freeport Indonesia terkait aksi perusakan pipa konsentrat dan pipa solar sebanyak 14 kali antara Mile Point 44 hingga Mile Point 64, dari tanggal 21 Juni hingga 4 Juli 2025.
“Tindakan ini merupakan pelanggaran serius terhadap Objek Vital Nasional dan merugikan negara,” tegas Irwan.
Pada Sabtu (5/7) sekitar pukul 08.00 WIT, tim gabungan melakukan patroli dari Mile 50 hingga Mile 64. Saat tiba di Mile 59.8, mereka menemukan tenda tempat aktivitas enam terduga pelaku.
“Tim berupaya melakukan pendekatan persuasif, namun mereka melarikan diri. Kami melakukan tindakan tegas dan terukur menggunakan peluru karet. Tiga orang berhasil diamankan, tiga lainnya melarikan diri,” terangnya.
Dua dari tiga terduga pelaku, yakni RR (27) dan LS (59), saat ini menjalani perawatan medis di RSUD Mimika. Sementara satu orang lainnya, LA (31), sedang diperiksa oleh Polres Mimika.
Barang bukti yang diamankan dari lokasi antara lain:
1 kantong konsentrat olahan
Ransel, senter, HT, power bank, HP
Parang, kunci pas, gergaji besi
Sarung tangan, tali, dan sejumlah perlengkapan lainnya
Kapolres Mimika: Tidak Ada Penolakan Laporan
Kapolres Mimika AKBP Billyandha Hildiario Budiman membantah tudingan penolakan laporan. Ia menjelaskan bahwa laporan tidak ditolak, tetapi diarahkan ke unit Satreskrim di Polres 32.
“Kami hanya mengarahkan ke ruang Satreskrim. Sejak pagi hingga malam, belum ada pihak keluarga korban yang datang. Kami siap menerima laporan,” tegasnya saat ditemui di Mapolres Mimika, Senin (7/7) malam.
Ia juga menambahkan bahwa aparat yang terlibat dalam penembakan bukan anggota organik Polres Mimika, melainkan dari Satgas Amole, sehingga perlu ada koordinasi lebih lanjut.
Keluarga Korban Kecewa Tak Diizinkan Menjenguk
Sebelumnya, Ketua Kerukunan Seram Bagian Timur, Ali Derlean, mewakili keluarga korban, mengungkapkan kekecewaannya karena tidak diizinkan menjenguk korban yang sedang dirawat.
“Kami hanya ingin memastikan kondisi korban dan memberikan informasi kepada keluarga. Tapi saat tiba di rumah sakit, kami ditolak aparat keamanan,” ungkapnya kepada media, Minggu (6/7). (ron)