Jayapura, fajarpapua.com — Kejaksaan Tinggi Papua melalui Asisten Tindak Pidana Khusus, Nixon Nilla Mahuse, S.H., M.H., membeberkan secara rinci aliran dana dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta penyalahgunaan dana uang persediaan (UP) dan ganti uang (GUP) di Badan Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Papua.
Modus operandi dalam perkara ini berupa penarikan retribusi secara mandiri dari pemanfaatan fasilitas negara seperti mess, lapangan futsal, tenis, dan bulu tangkis, yang seharusnya disetor ke kas negara sebagai PNBP.
Namun, dana tersebut justru digunakan untuk keperluan pribadi dan non-operasional.
Penyidik Kejati Papua berhasil menelusuri sejumlah aliran dana ke berbagai pihak.
Kepala LPMP Papua diketahui menggunakan dana belanja kantor untuk merenovasi rumah pribadinya.
Ia juga membeli satu unit mobil dinas Honda BR-V menggunakan dana tersebut, yang kini telah disita jaksa.
Selain itu, ia melakukan peminjaman dana secara pribadi sebesar Rp 482 juta dari anggaran lembaga.
Sementara itu, Kepala Tata Usaha BPMP tercatat melakukan permintaan dana dengan total mencapai Rp 3.945.823.879.
Dari jumlah tersebut, sebagian telah dikembalikan, sementara sisanya senilai Rp 2 miliar telah disita penyidik sebagai barang bukti.
Sejumlah kepala seksi di lingkungan BPMP Papua juga terindikasi melakukan permintaan uang tunai tanpa dasar pertanggungjawaban yang sah.
Seorang staf kepala seksi bernama Werner turut menerima dana tanpa dukungan bukti penggunaan resmi.
Di sisi lain, internal pegawai BPMP Papua menggunakan dana hasil retribusi mandiri untuk berbagai kepentingan, antara lain pemberian bonus akhir tahun tanpa persetujuan resmi, pembelian souvenir yang tidak termasuk dalam rencana kegiatan, pemberian pinjaman pribadi kepada pegawai, serta belanja-belanja non-operasional lainnya.
Penyidik juga menemukan dana digunakan untuk membiayai kegiatan fiktif atau yang tidak memiliki pertanggungjawaban lengkap.
Pada tahun 2019, dari total 80 kegiatan, hanya 59 yang dapat dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya tahun 2020, hanya 37 dari 50 kegiatan yang dilengkapi SPJ, dan tahun 2021, hanya 29 dari 44 kegiatan yang memiliki laporan pertanggungjawaban yang sah.
Banyak SPJ belanja GU, LS, serta UP dan GUP juga ditemukan dalam kondisi tidak lengkap atau fiktif, dengan nilai realisasi yang melebihi bukti pengeluaran sebenarnya.
Barang bukti yang telah disita dalam tahap awal penyidikan antara lain uang tunai senilai Rp 2 miliar dan satu unit mobil Honda BR-V warna putih yang dibeli menggunakan dana yang tidak sah.
Asisten Pidsus Kejati Papua, Nixon Nilla Mahuse menegaskan pihaknya akan terus mengembangkan penyidikan secara transparan dan akuntabel.
Hingga kini, proses perhitungan kerugian negara masih dilakukan bersama auditor internal.
“Kami pastikan semua pihak yang menikmati aliran dana korupsi akan dimintai pertanggungjawaban sesuai hukum yang berlaku,” tegas Nixon. (red)