Jayapura, fajarpapua.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua secara resmi menyerahkan lima tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan sarana dan prasarana Aerosport di Kabupaten Mimika kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Mimika.
Penyerahan dilakukan pada Jumat, 11 Juli 2025 pekan lalu, setelah berkas perkara kasus tersebut dinyatakan lengkap atau P-21.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Papua, Nixon Mahuse dalam keterangan yang diperoleh fajarpapua.com, Selasa kemarin mengatakan penyerahan tersebut menandai beralihnya penanganan perkara dari tahap penyidikan ke tahap penuntutan.
Ia menegaskan seluruh aspek formil dan materil telah dipenuhi sehingga kelima tersangka kini berstatus sebagai terdakwa dan siap menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jayapura.
Kelima terdakwa yang diserahkan kepada JPU yakni DRHM yang merupakan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mimika sekaligus pengguna anggaran
SY sebagai Kepala Bidang Cipta Karya yang juga bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
PJK sebagai Direktur PT Karya Mandiri Permai selaku penyedia jasa pelaksana proyek.
RK yang menjabat sebagai konsultan pengawas dari PT Mulya Cipta Perkasa; serta AJ, tenaga ahli non-kontraktual yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan teknis pekerjaan.
Setelah proses penyerahan, kelima terdakwa langsung dititipkan di Rumah Tahanan Kelas IIA Abepura untuk menunggu penjadwalan sidang.
Kronologi dan Modus Korupsi
Kasus korupsi ini berawal dari proyek pembangunan venue Airosport yang dibiayai melalui APBD Kabupaten Mimika tahun anggaran 2021.
Proyek ini merupakan bagian dari persiapan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua, dengan nilai anggaran mencapai Rp 79 miliar.
Penyimpangan ditemukan pada pelaksanaan fisik proyek, terutama pada pekerjaan timbunan tanah yang seharusnya dikerjakan seluas 500 meter x 500 meter persegi.
Namun, hasil pemeriksaan di lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan hanya dilaksanakan seluas 500 meter x 382 meter persegi.
Selain ketidaksesuaian volume pekerjaan, ditemukan juga indikasi markup dan rekayasa laporan progres pelaksanaan.
Hasil audit dan penghitungan ahli konstruksi mengungkap bahwa timbunan pilihan yang seharusnya mencakup sekitar 222.478 meter persegi, ternyata hanya terealisasi sebesar 104.471 meter persegi.
Atas dasar temuan tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 31,3 miliar.
Ancaman Hukuman
Kelima terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Mereka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara, bergantung pada peran dan tingkat keterlibatan masing-masing dalam perkara tersebut.(mas)