MELALUI Program Kampung Sehat, Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)—pengelola dana kemitraan PT Freeport Indonesia—menurunkan tim ke berbagai kampung.
Program ini hadir sebagai dukungan terhadap pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah-wilayah intervensi.
Salah satu mitra yang digandeng YPMAK adalah Yayasan Ekologi Papua (YEP). YEP bertanggung jawab di wilayah pesisir dan pegunungan.
Untuk wilayah intervensi ada 7 kampung. Wilayah pesisir itu di Kampung Ohotya, Wapu, dan Agimuga (Amungun dan Emkoma Halama). Untuk area gunung di Waa-Banti, Aroanop, dan Tsinga. “Namun saat ini masih wilayah pesisir yang baru dijangkau,” ucap Kristian Sinaga, Health Spesialis Pesisir YEP.
Sejak awal YEP memulai intervensi dengan pengambilan data awal untuk mengukur pencapaian program. Kegiatan dilanjutkan dengan skrinning penyakit menular dan tidak menular, kunjungan rumah, pendampingan ibu hamil, pemberian paket tambahan gizi untuk ibu hamil dan nifas, posyandu, imunisasi, vitamin A, obat cacing, hingga pelatihan kader dan pertemuan lintas sektoral.
Di wilayah intervensi, eliminasi malaria menjadi fokus utama. YEP mengerahkan Layanan Kesehatan Bergerak (LKB) untuk skrinning, deteksi dini, pengobatan, dan bahkan pendampingan minum obat di rumah.
Pendampingan minum obat malaria itu mulai di depan petugas. Sampai petugas berkunjung ke rumah untuk menyerahkan obat. Untuk waktunya tergantung dengan jenis malaria. “Kalau malaria tersiana, maka 14 hari petugas melakukan pemberian obat cokelat (primaquine),” jelas Kristian.
Pendampingan ini penting agar pasien benar-benar menuntaskan pengobatan. “Biasanya kalau sudah merasa enakan, pasien tidak minum obat lagi. Padahal minum obat malaria itu harus sampai tuntas agar tidak kambuh. Ini juga untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat pentingnya menghabiskan atau menuntaskan obat malaria,” terangnya.
YEP juga berencana mengadakan pelatihan penyemprotan malaria, meski hingga kini pelatihan itu belum terlaksana.
Masalah stunting juga menjadi perhatian serius. Petugas kampung sehat bekerja sama dengan puskesmas setempat untuk menyamakan data dan memantau pasien secara bersama.
“Terkadang di kampung itu rata-rata anak-anak kekurangan makanan, karena sering ditinggalkan orang tua. Kalau berapa kasus, harus pihak terkait yang menyampaikan. Tapi memang ada anak-anak yang gizi kurang,” ujar Kristian, yang akrab disapa Kris.
Petugas memanfaatkan buku media e-cort untuk mencatat ibu dengan kekurangan energi kalori, gizi buruk, dan faktor-faktor lain yang mengarah pada stunting. Jika ditemukan gizi kurang, akan segera dilaporkan untuk mendapat intervensi berupa makanan tambahan bergizi.
Kunjungan dari rumah ke rumah juga dilakukan kepada ibu hamil dan pasca melahirkan.
Kunjunan kepada ibu yang baru melahirkan itu dilakukan 4 kali. Ini untuk melihat perkembangan kesehatan ibu. “Karena terkadang ibu habis melahirkan itu kesehatannya menurun, sehingga membutuhkan tambahan asupan gizi bagi ibu. Begitu juga dengan anak dilakukan kunjungan selama 3 kali dengan tujuan yang sama,” jelas Kris.
Kemudian pasca melahirkan itu biasanya rawan akan kesehatan, sehingga perlu dilakukan pendampingan. Ini juga sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat bahwa pasca melahirkan harus memperhatikan kesehatan ibu dan anak.
Selain pendampingan, petugas juga dibekali obat-obatan untuk berjaga-jaga jika tenaga medis puskesmas sedang tidak bertugas—karena biasanya petugas dirolling setiap 3 bulan.
“Seperti di Wapu, Jita, itu Pustu rusak, petugas tidak ada, sehingga semua hal ditangani oleh petugas kampung sehat. Namun apabila tidak bisa ditangani, maka dirujuk ke Waituku ada Puskesmas (apakah itu kekurangan obat maupun penanganan lanjutan),” ungkap Kris.
Pihaknya pun merasa bersyukur karena masyarakat menerima dengan baik kehadiran program ini.
Selama pelaksanaan kampung sehat masyarakat sangat antusias dan menerima dengan senang hati. “Sebelum turun ke lapangan, kita berkoordinasi dengan kepala kampung dan perangkat lainnya,” pungkas Kris.