Timika, fajarpapua.com – Aktivitas di Dermaga Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pomako, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, kini tampak sepi.
Kapal-kapal ikan yang biasanya sandar dan menurunkan hasil tangkapan semakin berkurang, sehingga berdampak langsung pada perekonomian masyarakat pesisir.
Anggota DPR Papua Tengah, John NR Gobai, menyebut penurunan aktivitas tersebut dipicu kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait transhipment atau transitmen di laut.
Menurutnya, kebijakan itu membuat kapal-kapal tidak lagi menjadikan Dermaga PPI Pomako sebagai titik singgah utama.
“Seharusnya ikan diturunkan dan dilelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), lalu hasilnya berputar di masyarakat. Tapi sekarang hasil tangkapan tidak lagi sampai ke darat, sehingga nelayan lokal kehilangan akses untuk menjual kembali,” kata Gobai, Jumat (5/9).
Selain faktor regulasi, John juga menyoroti adanya dugaan praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum tertentu terhadap kapal yang ingin sandar.
Ia menegaskan, tindakan tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo. UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
“Pengelolaan sumber daya perikanan harus dilakukan dengan adil, transparan, dan berkelanjutan. Tetapi yang terjadi di Pomako justru sebaliknya. Aturan diselewengkan dan keuntungan hanya dinikmati segelintir pihak,” ujarnya.
John menilai, jika dikelola dengan benar, PPI Pomako bisa menjadi simpul ekonomi strategis.
Hasil tangkapan ikan yang dilelang tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar di Mimika, tetapi juga bisa didistribusikan ke wilayah pegunungan seperti Puncak Jaya, Intan Jaya, hingga Paniai yang kerap mengalami kesulitan akses pangan.
“Otonomi Khusus Papua mestinya memberi ruang lebih bagi daerah untuk mengelola sumber daya alamnya. Namun kebijakan pusat yang tidak berpihak, ditambah perilaku aparat yang nakal, membuat otonomi hanya sebatas slogan,” tegasnya.
Ia pun mendesak dua langkah mendesak. Pertama, Menteri KKP diminta mencabut kebijakan transhipment di laut serta mengevaluasi dampak sosial-ekonomi, khususnya di Papua.
Kedua, aparat di lapangan diminta menghentikan praktik setoran ilegal yang merugikan masyarakat.
“Pomako tidak boleh dibiarkan kosong. Dermaga ini harus kembali menjadi jantung ekonomi rakyat,” pungkas John.(mas)