Timika, fajarpapua.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mimika meresmikan Modul Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) di Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP) milik Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK), pengelola dana kemitraan PT Freeport Indonesia, Senin (6/10).
Plt Kepala BPBD Mimika, Agustina Rahaded mengatakan, membangun kesadaran bersama dalam menghadapi bencana tidak bisa dilakukan sendiri oleh BPBD, melainkan perlu kerja sama dari semua pihak. Kesadaran menghadapi bencana juga harus ditanamkan sejak usia dini. Karena itu, pihaknya memberikan apresiasi kepada manajemen SATP yang telah memasukkan pelajaran kebencanaan dalam Pendidikan Muatan Lokal (Mulok).
Menurut Agustina, hal ini sangat penting agar peserta didik dibekali pengetahuan dasar tentang jenis-jenis bencana, tingkat ancaman, cara pencegahan, hingga pada tahap penyelamatan atau evakuasi.
“Kita berharap ketika pendidikan kebencanaan diterapkan di sekolah, setiap peserta didik dapat meningkatkan kesiapsiagaan dan mampu mengurangi risiko bencana. Yang paling penting, membentuk karakter yang tangguh sehingga mereka bisa menjadi pelopor dalam menghadapi bencana,” katanya.
Kepala SATP, Sonianto Kuddi menjelaskan, modul SPAB dirancang berdasarkan Kurikulum Merdeka yang diintegrasikan dalam bingkai kurikulum kontekstual kehidupan Papua di SATP.
Melalui modul ini, peserta didik diajak lebih tanggap terhadap bencana sebagai bentuk mitigasi dini.
“Modul ini sejalan dengan visi dan misi SATP untuk membangun manusia Papua seutuhnya. Selain itu, modul ini juga merupakan hasil dari pelatihan deep learning (pembelajaran mendalam) yang dilakukan beberapa waktu lalu. Dari hasil pelatihan itu, para guru dituntut membuat modul yang bisa dikembangkan di SATP,” tuturnya.
“Dalam proses penyusunan maupun penerapan modul, kami bekerja sama dengan BPBD. Tujuannya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna dan relevan bagi anak-anak,” imbuhnya.
Sementara Ketua Satgas Tanggap Darurat SATP, Elpianus Paat menambahkan para peserta didik di SATP memiliki kemampuan psikomotorik dan kinestetik yang cukup tinggi. Berdasarkan hal itu, pihaknya menyusun modul yang bisa langsung dipraktikkan.
Nantinya akan ada berbagai simulasi yang diajarkan, seperti simulasi gempa bumi, banjir, kebakaran, angin kencang, maupun gabungan.
“Melalui modul SPAB, siswa akan mendapatkan teori dan praktik secara langsung, sehingga mereka mengetahui dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Menurutnya, pembelajaran melalui modul SPAB menjadi bentuk mitigasi terhadap potensi bencana di sekitar, baik di gunung, kota, maupun pesisir pantai. Apalagi sebagian besar siswa berasal dari wilayah gunung dan pesisir.
“Dengan pembelajaran ini, mereka memiliki bekal ketika menghadapi situasi darurat. Untuk pelaksanaannya, kami jadwalkan satu kali seminggu dengan materi yang berbeda-beda,” jelasnya.
Modul SPAB di SATP terintegrasi dengan Kurikulum Berbasis Kehidupan Kontekstual Papua, yang dibagi dalam tiga silabus: silabus kecil untuk kelas 1–3 SD, silabus menengah untuk kelas 4–6 SD, dan silabus besar untuk kelas 7–9 SMP.
(ron)