Timika, fajarpapua.com — Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) kembali melanda Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah. Antrean panjang kendaraan bermotor tampak di hampir seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Timika sejak awal Oktober 2025.
Kondisi ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat dan menghambat aktivitas warga, terutama nelayan serta pelaku usaha kecil.
Menanggapi situasi tersebut, Ketua Komisi II DPRK Mimika, Dolfin Beanal, bersama sejumlah anggota komisi memanggil Manajer Pertamina Area Timika untuk meminta klarifikasi dan penjelasan terkait krisis pasokan BBM.
“Dari hasil pertemuan, kami mendapat penjelasan bahwa stok BBM memang kosong. Salah satu penyebabnya karena antrean berulang dari para nelayan yang melakukan pengisian lebih dari satu kali. SPBU tetap melayani, sehingga stok cepat habis,” ujar Dolfin Beanal kepada fajarpapua.com, Selasa (7/10).
Menurut Dolfin, praktik pengisian berulang tersebut menimbulkan ketimpangan distribusi dan mempercepat kekosongan stok di SPBU. Karena itu, Komisi II meminta Pertamina memperketat pengawasan di setiap SPBU serta menerapkan sistem kuota bagi nelayan maupun masyarakat umum.
“Setiap SPBU harus diawasi ketat dan diberi batasan kuota pengisian, terutama bagi nelayan. Jangan sampai ada pihak tertentu yang memanfaatkan situasi ini untuk mencari keuntungan pribadi dan merugikan masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu, pihak Pertamina Patra Niaga Rayon II Papua Tengah menjelaskan bahwa keterlambatan pasokan BBM ke Timika juga disebabkan oleh faktor cuaca buruk yang menghambat kedatangan kapal pengangkut bahan bakar ke Depo Jober. Untuk menjaga stabilitas stok, Pertamina melakukan pembatasan sementara penyaluran BBM ke lima SPBU di wilayah tersebut.
Akibat kelangkaan ini, harga eceran BBM di masyarakat melonjak tajam. Pertalite yang biasanya dijual sekitar Rp20.000 per botol kini menembus hingga Rp50.000. Aparat kepolisian dan TNI turut dikerahkan untuk mengatur antrean serta menjaga ketertiban di SPBU.
Komisi II DPRD Mimika berharap masyarakat tetap tenang dan tidak melakukan penimbunan. “Kami terus berkoordinasi dengan Pertamina dan pemerintah daerah agar distribusi berjalan lancar. Yang penting, jangan ada pihak yang bermain harga,” ujar Dolfin Beanal.
Ia juga meminta pemerintah daerah bersama aparat keamanan meningkatkan pengawasan terhadap praktik penimbunan dan penyalahgunaan BBM bersubsidi agar distribusi tepat sasaran dan masyarakat tidak semakin terbebani.(moa)