Jayapura, fajarpapua.com — Isu dugaan penyerahan dana keamanan kepada kelompok bersenjata pimpinan Lamek Taplo kembali mencuat dan memicu pertanyaan publik: benarkah pejabat pemerintah daerah terlibat dalam aliran dana tersebut?
Kepala Distrik Kiwirok, Abedeus Tepnul, mengaku pernah menyerahkan Rp 400 juta dengan alasan menjaga keamanan warga di tengah ancaman kelompok bersenjata di wilayahnya. Ia menyebut, penyerahan dana itu dilakukan atas dasar tekanan dan harapan agar situasi di Kiwirok kembali kondusif.
“Dana itu dimaksudkan untuk menjamin keamanan warga Kiwirok. Namun hingga kini tidak ada bukti bahwa uang tersebut benar-benar sampai ke tangan kelompok Lamek Taplo,” ujar Abedeus, Jumat (17/10).
Selain pengakuan tersebut, beredar pula informasi bahwa Bupati Pegunungan Bintang, Spei Yan Bidana, diduga telah menyerahkan dana keamanan sebesar Rp10 miliar kepada kelompok yang sama, yaitu Kodap XV Ngalum Kupel yang dipimpin Lamek Taplo.
Dana itu disebut-sebut digunakan untuk menjamin stabilitas wilayah pasca rangkaian aksi kekerasan di Kiwirok.
Namun, hingga saat ini belum ada bukti resmi atau pernyataan langsung dari pihak Bupati maupun aparat penegak hukum yang mengonfirmasi penyerahan dana tersebut. Pemerintah daerah juga belum memberikan klarifikasi terkait tudingan itu.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat Pegunungan Bintang, mengingat wilayah Kiwirok masih berstatus rawan konflik dan menjadi fokus operasi keamanan gabungan TNI–Polri.
Warga berharap aparat berwenang segera menelusuri kebenaran informasi mengenai aliran dana bernilai miliaran rupiah tersebut agar tidak memunculkan spekulasi dan memperburuk kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Konflik di Kiwirok sendiri telah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir, dengan sejumlah serangan terhadap fasilitas umum dan aparat keamanan yang diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata pimpinan Lamek Taplo.
Ribuan Warga Mengungsi
Sementara laporan terbaru Human Rights Monitor (HRM) pada Agustus 2025 mengungkap kondisi memprihatinkan ribuan warga Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, yang masih hidup dalam pengungsian sejak operasi militer dimulai pada tahun 2021.
Dalam laporan berjudul “Update Pengungsi Internal Agustus 2025: Krisis Kemanusiaan di Tengah Operasi Militer yang Berlangsung”, HRM menyebut sebagian besar pengungsi masih bertahan di hutan dan daerah terpencil tanpa akses terhadap kebutuhan dasar.
HRM melaporkan para pengungsi mengalami kondisi kesehatan yang memburuk akibat keterbatasan pangan, air bersih, serta layanan medis. Penyakit seperti malaria, infeksi pernapasan, sakit perut, dan gangguan mata dilaporkan meluas di kalangan warga yang mengungsi.
“Banyak pengungsi yang meninggal karena sakit dan kekurangan gizi. Kondisi mereka sangat genting karena tidak ada bantuan medis dan pangan yang memadai,” tulis HRM dalam laporannya.
Laporan tersebut juga menyoroti masih kuatnya militerisasi di wilayah Kiwirok. Keberadaan beberapa pos keamanan dan operasi yang terus berlangsung disebut menjadi salah satu penyebab utama sulitnya warga untuk kembali ke kampung halaman.
HRM mendesak pemerintah Indonesia dan lembaga kemanusiaan internasional segera menyalurkan bantuan darurat serta melakukan pemulihan akses kemanusiaan bagi warga terdampak konflik di Kiwirok dan sekitarnya.
Konflik bersenjata di wilayah Pegunungan Bintang telah berlangsung sejak 2021, dipicu oleh bentrokan antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata pimpinan Lamek Taplo. Hingga kini, situasi keamanan di Kiwirok masih belum sepenuhnya pulih. (hsb/mas)