Penulis: Mustofa
(Redaktur fajarpapua.com)
SETIAP tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda — momen bersejarah yang menjadi tonggak lahirnya semangat persatuan dan kebangkitan generasi muda Nusantara.
Sumpah yang diikrarkan 97 tahun lalu bukan sekadar kata, melainkan tekad bahwa pemuda dari berbagai latar belakang, suku, dan daerah memiliki satu cita-cita: Indonesia yang merdeka, maju, dan bermartabat.
Namun, di tengah kemajuan zaman dan derasnya arus globalisasi hari ini, semangat itu diuji dalam bentuk yang berbeda.
Tantangan utama generasi muda, terutama di Kabupaten Mimika dan Tanah Papua, bukan lagi penjajahan fisik, melainkan penjajahan ekonomi dan keterbatasan lapangan pekerjaan.
Realitas Mimika dan Tanah Papua
Kabupaten Mimika, yang dikenal sebagai daerah tambang terbesar di Indonesia, menyimpan paradoks: di tengah melimpahnya sumber daya alam, banyak anak muda justru berjuang keras untuk mendapatkan pekerjaan layak.
Lapangan kerja formal masih terbatas, sementara keterampilan dan akses pendidikan belum merata hingga pelosok.
Di sisi lain, geliat pembangunan dan investasi di Tanah Papua membuka peluang besar — tetapi hanya bisa dimanfaatkan oleh mereka yang siap secara kompetensi dan mental kerja.
Inilah tantangan nyata bagi pemuda Mimika dan Papua: bagaimana bertransformasi dari sekadar pencari kerja menjadi pencipta lapangan kerja melalui kreativitas, teknologi, dan kewirausahaan lokal.
Tantangan Pemuda Menuju Indonesia Maju 2045
Visi Indonesia Emas 2045 menempatkan pemuda sebagai aktor utama dalam mewujudkan negara berdaulat, maju, adil, dan makmur di usia ke-100 kemerdekaan.
Namun, untuk mencapai visi tersebut, generasi muda menghadapi sejumlah tantangan strategis:
Tantangan Kompetensi dan Literasi Digital
Dunia kerja masa depan menuntut kemampuan berpikir kritis, penguasaan teknologi, dan kreativitas. Di banyak daerah, termasuk Papua, masih terdapat kesenjangan literasi digital dan akses pelatihan yang membuat anak muda sulit bersaing secara global.
Ketimpangan Ekonomi dan Akses Pekerjaan
Pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya inklusif. Sumber daya alam yang melimpah belum otomatis menghadirkan kesejahteraan jika tidak diiringi dengan penguatan sumber daya manusia lokal.
Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan
Pemuda harus menjadi garda terdepan dalam menjaga lingkungan dan menumbuhkan ekonomi hijau. Dari tanah Papua yang kaya keanekaragaman hayati, lahir tanggung jawab moral untuk menjadi pelindung bumi Nusantara.
Tantangan Persatuan di Era Digital
Di tengah maraknya polarisasi dan disinformasi, pemuda perlu menjadi agen persatuan, menjaga nilai-nilai toleransi dan kebinekaan, serta memanfaatkan media sosial untuk edukasi dan kolaborasi, bukan perpecahan.
Untuk menjawab tantangan itu, dibutuhkan kolaborasi lintas sektor — antara pemerintah, dunia industri, dan lembaga pendidikan — agar program pengembangan pemuda lebih terarah dan berkelanjutan.
Semangat Sumpah Pemuda di Era Modern
Semangat “Bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu: Indonesia” kini perlu dimaknai ulang sebagai komitmen untuk bersama membangun negeri — tidak hanya dalam slogan, tetapi dalam tindakan nyata.
Pemuda Papua hari ini perlu melihat dirinya bukan sebagai penonton pembangunan, tetapi sebagai pelaku utama perubahan.
Momen Sumpah Pemuda harus menjadi refleksi bahwa persatuan tidak cukup dalam kata, melainkan dalam kolaborasi: antara pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga pendidikan, dan masyarakat adat.
Sinergi ini penting untuk memastikan pendidikan vokasi, pelatihan kerja, dan program pemberdayaan ekonomi benar-benar menyentuh generasi muda di akar rumput.
Dari Mimika untuk Indonesia
Dari Mimika, kita belajar bahwa tanah yang kaya belum tentu mensejahterakan, jika manusianya tidak diberdayakan.
Karena itu, perayaan Sumpah Pemuda seharusnya bukan hanya seremoni, tetapi momentum untuk membangkitkan kesadaran kolektif: bahwa masa depan Indonesia ada di tangan pemuda yang terampil, tangguh, dan memiliki semangat juang seperti para pemuda 1928.
Pemuda Papua, dengan semangat “One Land, One Nation, One Language”, harus berani bermimpi dan berinovasi.
Mereka adalah generasi yang tidak hanya menjaga tanah leluhur, tetapi juga mengisinya dengan karya, ilmu, dan solusi untuk masa depan yang lebih baik.
Refleksi Sumpah Pemuda di tengah tantangan lapangan pekerjaan menjadi ajakan untuk berbenah bersama.
Pemerintah perlu memperluas akses pendidikan dan pelatihan kerja, dunia industri harus lebih inklusif terhadap tenaga lokal, dan pemuda sendiri harus terus belajar, beradaptasi, dan berkolaborasi.
Sebab pada akhirnya, Sumpah Pemuda bukan hanya tentang kesatuan identitas, tapi juga kesatuan tekad untuk membangun Indonesia yang adil, makmur, dan berdaya kerja dari Tanah Papua menuju Indonesia Maju 2045.***



