BERITA UTAMAMIMIKAYPMAK

Dari Mimika ke Auditorium Klara Asisi, Sumpah Janji Sang Dokter Kamoro di Era AI

31
×

Dari Mimika ke Auditorium Klara Asisi, Sumpah Janji Sang Dokter Kamoro di Era AI

Share this article
Caption : dr Aprilda Yulita Thalia Thomas Karupukaro berfoto bersama para pengurus YPMAK.

Timika, fajarpapua.com – Ditengah hiruk pikuk modern Jakarta, Aula Klara Asisi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Unika Atma Jaya, pada Selasa (4/10) lalu, menjelma menjadi panggung janji suci. Sebanyak 23 dokter muda berdiri mengambil sumpah yang bukan sekadar ritual, tetapi peneguhan komitmen di gerbang era yang penuh gejolak.

Tema upacara In Corde Lux, In Manibus Cura — hati yang bersinar dan tangan yang menyembuhkan dengan kepedulian — menjadi pengingat makna profesi kedokteran ditengah revolusi teknologi.
Dekan FKIK Unika Atma Jaya, dr. Felicia Kurniawan, dalam sambutannya menyinggung tantangan besar dunia medis saat ini: kecerdasan buatan (AI) yang mulai mengambil peran dalam kebijakan klinis.

iklan

Felicia menolak pandangan bahwa manusia harus bersaing dengan mesin. Ia justru mengajak para dokter muda untuk membangun kolaborasi yang bijak, berempati, dan beretika.
“Di tengah perubahan ini, kalian dituntut untuk terus belajar. Namun ada satu hal yang tidak boleh diubah: hati kalian yang tulus untuk melayani,” pesannya.

Pesan itu menancap kuat: di saat AI unggul dalam data, dokter harus unggul dalam kemanusiaan. Di situlah letak inti dari sumpah dan janji itu.

Cahaya Harapan dari Mimika

Diantara wajah-wajah yang bersumpah, ada satu sosok yang memancarkan makna lebih dalam: dr. Aprilda Yulifa Thalia Thomas Karupukaro.
Thalia, putri berdarah Kamoro, kini resmi menjadi dokter kedua dari sukunya, menyusul drg. Priska Maria Poana.

Perjalanan Thalia adalah kisah keteguhan yang didukung penuh oleh Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK), pengelola dana kemitraan PT Freeport Indonesia.
Motivasinya menjadi dokter lahir dari pengalaman pribadi yang perih: sulitnya akses layanan kesehatan di tanah kelahirannya, Mimika, Papua Tengah.

Kini, dengan gelar di tangan dan beasiswa penuh, Thalia tidak hanya membawa ijazah, tetapi juga sebuah misi. Ia berencana melanjutkan studi ke spesialis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) — bidang yang sangat dibutuhkan di daerah asalnya.

“Untuk teman-teman generasi Papua, jangan takut bermimpi besar. Semua bisa kita capai kalau ada tekad dan semangat,” ujar Thalia.
Ia menjadi jembatan antara mimpi besar Papua dan realitas keras dunia pendidikan tinggi.

Tongkat Estafet dan Visi Kualitas

Kebanggaan tak hanya dirasakan Thalia dan kedua orang tuanya, tetapi juga keluarga besar YPMAK.
Dr. Leonardus Tumuka, Ketua Pengurus YPMAK sekaligus doktor pertama dari Suku Kamoro, mengenang sejarah panjang pengelolaan dana kemitraan PT Freeport Indonesia yang telah berjalan lebih dari 29 tahun — berevolusi dari PWT2 hingga YPMAK hari ini.

“Fokus kami ke depan adalah kualitas lulusan. Tinggalkan aktivitas yang merugikan diri sendiri dan orang tua, fokuslah pada studi agar cepat selesai. Masih banyak adik-adik Amungme dan Kamoro yang menunggu. Tanah Papua menanti baktimu,” pesan Leonardus.

Keberhasilan Thalia bersama tiga dokter sebelumnya yang dilahirkan YPMAK melalui kerja sama dengan Yayasan Binterbusih adalah hasil kerja kolektif dan pondasi yang kuat dari pengurus sebelumnya.

Senada dengan Leonardus, Ferry Magai Uamang, Wakil Ketua Pengurus YPMAK Bidang Program, menegaskan bahwa anak-anak Amungme dan Kamoro tidak hanya didorong untuk kuliah, tetapi juga diarahkan ke jurusan yang dibutuhkan dunia kerja seperti teknik pertambangan, IT, dan kedokteran.
Tujuannya jelas: mencegah pengangguran intelektual.

Janji dari Jakarta untuk Tanah Papua

dr. Aprilda Yulifa Thalia Thomas Karupukaro kini membawa api dari Jakarta kembali ke Papua — janji hidup bahwa dengan tekad dan dukungan, jurang kesenjangan pelayanan kesehatan dapat dijembatani oleh putra-putri Papua sendiri.

Seremoni itu disaksikan oleh jajaran YPMAK sebagai pengelola dana kemitraan PT Freeport Indonesia, bersama Enggel Enock, Ketua Pembina YPMAK yang mewakili donatur PT Freeport Indonesia, dan Paulus Sudiyo, Ketua Pembina Yayasan Binterbusih selaku mitra pengelola program.

Kehadiran mereka menegaskan bahwa janji yang diucapkan di Jakarta berakar kuat dari bumi Papua.
Di bawah naungan sumpah yang suci, 23 dokter muda itu kini dilepas menuju pengabdian. Mereka membawa harapan, bukan hanya bagi pasien yang akan mereka temui, tetapi juga bagi masa depan kesehatan di Mimika dan Tanah Papua.(ron)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *