Timika, fajarpapua.com — Desakan terhadap Pemerintah Provinsi Papua Tengah kembali mengemuka. Masyarakat adat melalui Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Stingwarop, Arnold Beanal, meminta Gubernur Papua Tengah Meky Nawipa untuk segera melakukan registrasi Peraturan Daerah terkait saham 10 persen PT Freeport Indonesia (PTFI) yang diklaim sebagai hak ulayat.
Arnold menegaskan, penundaan registrasi yang berlangsung hingga kini telah menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan masyarakat adat.
“Jangan ditunda lagi. Registrasi saham 10 persen itu adalah hak masyarakat adat. Jika tidak ditindaklanjuti, kami siap turun melakukan aksi besar-besaran,” ujarnya kepada fajarpapua.com, Jumat (14/11).
Dukungan serupa disampaikan tokoh pemuda Forum Pemilik Hak Sulung, Litinus Niwilinggame.
Ia menekankan masyarakat telah memahami aturan hukum dan tata pembagian hasil yang telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) yang disetujui DPRK dan Bupati Mimika.
“Kami bukan tidak tahu aturan. Perda pembagian hasil sudah sah dan menjadi dasar keadilan bagi masyarakat yang terdampak langsung. Pemerintah provinsi seharusnya mengakomodasi, bukan menolak,” katanya.
Litinus menyoroti delapan rancangan Perda yang diajukan, di mana tujuh di antaranya telah diregistrasi, sementara satu yang belum adalah Perda untuk masyarakat adat.
Padahal, Perda tersebut merupakan kesepakatan bersama berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2020 serta regulasi Kabupaten Mimika.
“Dari delapan, tujuh sudah diregistrasi. Kenapa hanya satu—Perda masyarakat adat—yang ditahan? Kami minta gubernur sebagai anak adat segera membenahi dan mengeluarkan nomor registrasi. Ini sudah tertahan sejak 2018,” tegasnya.
Ia menambahkan, perjuangan masyarakat adat selalu dilakukan sesuai koridor hukum dan berlandaskan nilai-nilai adat. Karena itu, ia meminta pemerintah tidak lagi mengabaikan aspirasi tersebut.
“Kami berjuang atas dasar kebenaran, atas hak sulung dari nenek moyang. Ini bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk masyarakat adat secara keseluruhan,” pungkasnya. (moa)
