Sleman, fajarpapua.com – Ada yang istimewa di Polsek Ngaglik Sleman Yogyakarta, yakni kehadiran sepuluh pelajar puteri asal Timika yang kini menempuh pendidikan di SMP Marsudirini Muntilan. Mereka datang didampingi dan dipimpin Mario Kurniawan Broto, guru di sekolah tersebut.
Kesepuluh pelajar itu adalah Novita Mirapuru, Laurensia Aligonda Kemoyau, Yulita Emepu, Ikarda Ina Mom, Mince Pato, Radita Omaleng, Albertina Omeyaro, Anarosina Imaimuraro, Herlina Mautapo, dan Glori Natalia Menanti.
Kapolsek Ngaglik AKP Yulianto mengatakan, Polsek Ngaglik terbuka kepada siapa saja yang berkunjung. Yulianto mengatakan, “Anak-anak ini pemimpin masa depan Tanah Papua dan Indonesia. Kami senang menerima mereka di Polsek Ngaglik.”
Yulianto mengaku wilayah Polsek Ngaglik sering menerima kunjungan dari berbagai daerah. Pada akhir Desember 2024, organisasi pemuda lintas keagamaan juga hadir dalam rangka kunjungan silaturahmi menjelang Natal.
Kedatangan sepuluh pelajar ini secara khusus bertujuan mengenal Indonesia lebih dekat, mulai dari cinta tanah air, adat istiadat, aturan masyarakat, hingga wawasan sejarah. Ngaglik menjadi salah satu lokasi yang dipilih untuk memberikan pengenalan tersebut. Kunjungan serupa akan dilanjutkan ke berbagai institusi dan komunitas.
Diskusi berlangsung hangat dan interaktif. Yulianto menekankan pentingnya cinta bangsa dan tanah air yang diwujudkan melalui sikap tegas menolak obat-obatan terlarang dan miras. Ia menekankan pelajar harus menjauh dari lingkungan tidak sehat yang dapat merusak masa depan.
“Kebiasaan buruk bisa menjadi budaya ketika dibiarkan sejak awal. Ketika sudah menjadi budaya, perilaku itu akan berhadapan dengan sekolah, masyarakat sekitar, penegak hukum dan akhirnya negara,” ujar Yulianto.
Mario Kurniawan Broto menjelaskan, belajar langsung ke masyarakat menjadi salah satu sarana pendidikan karakter sejak dini. Murid-murid dapat melihat kehidupan nyata dan tidak hanya lewat media sosial. Mario mengatakan, dampak kunjungan seperti ini pasti dirasakan oleh para pelajar.
“Pendidikan karakter bukan berasal dari handphone tetapi dari dunia nyata. Harus dilakukan sejak dini. Anak-anak harus menjadi pencerah bagi teman-temannya. Cerita dari mulut ke mulut memberi gaung yang berbeda karena tidak dibatasi ruang dan aturan,” ujar Mario.
