Merauke, fajarpapua.com — Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Papua Selatan menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Merauke untuk memperkuat pengawasan komoditas perikanan di wilayah perbatasan Republik Indonesia–Papua Nugini (RI–PNG).
Forum ini digelar sebagai respons atas maraknya pemasukan teripang secara ilegal yang tidak melalui pintu resmi dan berpotensi membawa Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK).
Kegiatan FGD dihadiri perwakilan Badan Karantina Indonesia, instansi teknis daerah, serta pengelola Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sota.
Forum ini sekaligus menjadi ruang penyelarasan langkah pengawasan agar seluruh arus barang perikanan melewati jalur resmi.
Ketua Tim Kerja Karantina Ikan Papua Selatan, Liswiyanto, memaparkan bahwa sejak 2022 pihaknya telah menangani sedikitnya delapan kasus pemasukan komoditas ilegal dari PNG dengan total sitaan mencapai lebih dari 1,3 ton.
Ia menegaskan pentingnya penegakan prosedur pemasukan yang wajib melalui PLBN Sota.
“Seluruh lalulintas komoditas harus melewati PLBN Sota agar pengawasan dapat berjalan optimal dan risiko masuknya HPIK dapat ditekan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Tindakan Karantina Ikan Badan Karantina Indonesia, drh. Ahmad Alfaraby, menekankan produk perikanan yang berasal dari luar Merauke hanya dapat keluar wilayah Papua Selatan bila memenuhi persyaratan pengolahan, ketertelusuran, serta dilengkapi dokumen karantina yang sah.
Kepala Karantina Papua Selatan, Ferdi, S.P., M.Si, menyampaikan pengawasan di perbatasan membutuhkan koordinasi kuat lintas instansi, termasuk peningkatan kerja sama formal Indonesia–PNG.
Menurutnya, sinergi pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, hingga kelompok nelayan menjadi kunci memastikan keamanan komoditas sekaligus menjaga keberlanjutan aktivitas ekonomi masyarakat.
“Pengawasan yang efektif tidak hanya melindungi wilayah dari ancaman penyakit, tetapi juga memastikan perdagangan perikanan berjalan legal, aman, dan memberi manfaat bagi masyarakat perbatasan,” tegasnya. (red)
