BERITA UTAMA

Ancaman Siklon Tropis Meningkat, Timika Diminta Perkuat Mitigasi dan Kesiapsiagaan Warga

40
×

Ancaman Siklon Tropis Meningkat, Timika Diminta Perkuat Mitigasi dan Kesiapsiagaan Warga

Share this article

Timika, fajarpapua.com – Meningkatnya aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia dalam beberapa pekan terakhir menjadi peringatan keras bagi wilayah rawan bencana, termasuk Kabupaten Mimika.

Pakar mitigasi kebencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dr. Amien Widodo MSi, menegaskan daerah seperti Timika perlu segera meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologis, terutama banjir, cuaca ekstrem, hingga potensi dampak siklon.

iklan

Peringatan ini muncul setelah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan kemunculan bibit siklon tropis baru di selatan Pulau Jawa yang berpotensi memengaruhi cuaca di wilayah Jawa–Bali–NTT hingga Papua, termasuk Timika.

Pada Rapat Dengar Pendapat DPR bersama BMKG tanggal 2 Desember 2025, dipaparkan pola cuaca ekstrem yang terbentuk dapat meningkatkan intensitas hujan lebat dalam beberapa hari ke depan.

Kondisi ini perlu disikapi dengan langkah mitigasi nyata terutama di daerah-daerah yang memiliki kerentanan tinggi.

Dr. Amien menegaskan pengalaman buruk yang terjadi di Sumatera akibat Siklon Seniyar harus menjadi pembelajaran penting bagi daerah lain.

Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda wilayah tersebut telah menelan 836 korban jiwa, 518 orang hilang, dan merusak lebih dari 10.500 rumah serta ratusan fasilitas umum.

“Tragedi di Sumatera terjadi karena curah hujan ekstrem berinteraksi dengan kondisi topografi dan kerusakan hutan. Ketika mitigasi tidak kuat, dampaknya sangat menghancurkan,” ujarnya.

Menurut Amien, Timika memiliki sejumlah karakteristik yang membuatnya perlu waspada terhadap ancaman cuaca ekstrem, mulai dari kondisi geografis, banyaknya kawasan perbukitan yang rentan longsor, hingga derasnya aliran sungai ketika intensitas hujan meningkat.

Ia menekankan bahwa kesiapsiagaan tidak boleh bergantung pada pemerintah saja, tetapi perlu diperkuat hingga tingkat keluarga dan kampung.

“Mitigasi harus dimulai dari rumah. Berdasarkan survei korban Gempa Kobe, Jepang, lebih dari 67 persen keselamatan justru ditentukan oleh kemampuan diri sendiri dan keluarga. Setiap anggota keluarga, termasuk lansia, balita, dan penyandang disabilitas harus memahami ancaman yang ada di sekitar mereka,” jelasnya.

Amien juga mengingatkan dalam situasi bencana besar, tidak jarang desa atau kampung menjadi terisolasi. Karena itu, penguatan kapasitas masyarakat menjadi hal krusial.

“Jika masyarakat dibekali pengetahuan, latihan, dan persediaan yang memadai, mereka tetap bisa bertahan hidup meski bantuan belum tiba,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, komunitas lokal, dan dunia usaha untuk membangun ketangguhan masyarakat.

Mulai dari edukasi rutin, simulasi bencana, hingga penyediaan peralatan tanggap darurat di tingkat kampung.

“Jika setiap keluarga dan setiap kampung sadar ancaman, maka 95 persen dari mereka akan selamat,” tegasnya.

Sebagai institusi pendidikan, ITS menyatakan komitmennya untuk berperan dalam riset, inovasi, dan pemberdayaan masyarakat guna memperkuat mitigasi bencana, termasuk di wilayah timur Indonesia seperti Papua.

Upaya ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) terutama poin 11 tentang Kota dan Permukiman Berkelanjutan serta poin 13 tentang Penanganan Perubahan Iklim. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *