BERITA UTAMAMIMIKA

Cerita Nakes Penumpang Fiber, 6 Jam Terjebak di “Laut Paling Angker” Puriri Hingga Angin Malaikat Membawa Pulang Mereka ke Pantai Nairawa

×

Cerita Nakes Penumpang Fiber, 6 Jam Terjebak di “Laut Paling Angker” Puriri Hingga Angin Malaikat Membawa Pulang Mereka ke Pantai Nairawa

Share this article
Seorang Nakes mengangkat jerigen dalam sore yang hendak menuju malam, berharap ada penyelamat yang lewat.

Timika, fajarpapua.com – Laut Puriri sudah lama dikenal sebagai titik paling angker di zona perairan Mimika. Entah sudah berapa ratus nyawa yang terkubur di tempat itu. Misteri laut puriri ibarat segitiga bermuda, pertemuan air sungai dan arus laut membuat gulungan ombak tak menentu yang bisa berujung perahu karam.

Kali ini nasib naas menimpa perahu fiber milik PKM Manasari yang mengangkut para tenaga kesehatan (Nakes). Mereka terombang-ambing tanpa bahan bakar di tengah gelombang yang menggila, Kamis senja di awal Juni 2025. Dalam hening ombak dan langit muram, mereka nyaris menjadi persembahan laut.

Hari itu, iklim seperti membawa kabar buruk. Cuaca mendung menggantung, gelombang tak bersahabat. Ditengah perairan yang kerap disebut laut paling berbahaya oleh warga pesisir, perahu mereka mendadak berhenti—bensin habis, tak ada lagi daya dorong.

“Kami semua terdiam, lalu mulai panik. Air mata jatuh satu per satu. Tapi kami memilih bertahan. Siapa tahu, angin membawa pertolongan,” tutur Athy, salah satu Nakes penumpang perahu naas itu.

Jerigen diangkat tinggi, tangan dilambaikan. Mereka berharap ada mata yang melihat dari kejauhan, ada hati yang tergerak. Sebuah perahu kecil sempat mendekat—usaha menarik fiber besar itu gagal. Harapan sekejap menyala, lalu padam.

“Sempat ada sinyal. Kami langsung kabari Kepala Puskesmas di Timika. Tapi sinyal itu muncul sekejap lalu hilang lagi,” ujar Athy.

Mereka menunggu dalam ketegangan selama enam jam, digulung ombak, diterpa rasa takut, digelayuti harapan yang makin menipis. Hingga angin dari utara datang seperti malaikat. Perahu mereka terhanyut perlahan ke arah Pantai Nairawa—pantai sunyi sebelah Omoga yang menjadi penyelamat malam itu.

Mujur yang datang bukan angin timur, yang bisa membawa mereka ke lautan luas Arafura. Banyak sudah cerita pilu seperti itu, yang berakhir dengan duka, ada yang mujizat terdampar di Dobo, daerah Kepulauan Aru, tanpa makan berminggu.

Ketika kaki mereka akhirnya menjejak darat, malam telah larut. Mereka menyusuri pantai sejauh dua kilometer, menyusup dalam gelap, hingga cahaya senter dari warga Fanamo menyambut mereka.

“Warga mengenali kami sebagai petugas kesehatan. Rasanya seperti pulang. Tak ada pelukan, tapi kami merasa hangat,” kenang Athy, suaranya menggetar.

Dari sana, mereka berhasil menghubungi keluarga. Tidak lama kemudian, Speed Boat Papua Star datang, menjemput mereka dari pinggir laut yang baru saja nyaris menjadi kubur. Mereka semua selamat.

“Ini mukjizat. Terima kasih untuk semua yang berjuang: Bapak Kadis Renol Ubra, Kapten Semi Warinussy, kru Papua Star, dan juga petugas SAR Timika. Hidup kami tertolong karena hati baik kalian,” ucap Athy penuh haru.

Tangis kebahagiaan pecah di Pelabuhan Papua Star Pomako saat satu per satu penumpang menuruni kapal. Malam itu, mereka tidak hanya pulang ke rumah—mereka telah kembali dari batas antara hidup atau hilang selamanya.(fan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *