Timika, fajarpapua.com
Pengalaman, perjungan, suka duka, serta kebiasaan hidup seseorang dilalui dengan bermacam cara.
Hidup terkadang baik, terkadang susah, penuh pergumulan dan lainnya.
Semua manusia diciptakan punya keunikan, entah yang terbawa sejak lahir atau sudah dewasa.
Seperti yang dialami Muhammad Misbakul Munir warga Timika asal Jawa Timur (Jatim). Sejak menginjak usia dua tahun, dia tidak pernah menyentuh nasi sekalipun seperti anak lainnya. Sejak masih balita, Misbakul hanya bisa makan mie instant yang dijual di kios-kios.
Usai tamat SD ketika masih di Lamongan, Jatim, dia membantu bibinya mengurus warung makan.
Muisbakul ditugaskan mencuci perkakas dapur seperti piring dan gelas kotor. Saat itulah dia semakin menjauhi nasi.
Misbakul kepada Fajar Papua di Nawaripi, Selasa (4/8) mengaku sepeninggalan ibunya sejak usia dua tahun, dia tidak lagi pernah makan nasi. Bahkan, ketika melihat nasi sisa dicampur tulang daging dan kuah yang sudah basi, membuat Misbakul semakin mual.
Bertahun-tahun sejak dia membantu bibinya, tidak pernah sekalipun menyentuh nasi. Setiap hari dia hanya makan mie instant hingga tamat SMA.
“Kalau lapar saya masak mie instant. Padahal di rumah ada nasi, tapi setiapkali lihat nasi muntah, tidak bisa makan,” ujarnya
Jika mie tidak ada, pilihan lain singkong, ubi jalar atau pisang.
Ayahnya menetap di Lamongan. Sejak masih di Lamongan Misbakul memiliki talenta (keterampilan) memperbaiki ac rusak. Pekerjaan itu digelutinya selama hidup di Timika.
“Usia saya sudah 22 tahun dan yang saya tahu saya belum pernah makan nasi. Uap dan bau nasi saja saya mual dan mau muntah. Pernah saya makan langsung sakit satu bulan. Saya baru kawin, istri saya orang Maumere dia juga tahu kebiasaan makan saya hanya mie makanya tiap hari kami masak mie,” tuturnya.
Lalu bagaimana dengan kondisi kesehatan Misbakul? Dia mengaku sehat-sehat saja, tidak pernah sakit malaria atau asam lambung.