Kejadian tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani yang terjadi pada Sabtu (19/9/2020) lalu di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Memicu munculnya desakan kepada pemerintah untuk segera melakukan evaluasi keamanan di Papua.
Dalam sebuah konferensi pers yang dilaksanakan oleh Persekutuan Gereja-gereja Indonesia ( PGI ) yang dilaksanakan pada hari Senin (28/9/2020) secara virtual, Direktur Lembaga HAM Imparsial Al Araf, menyebutkan bahwa kejadian tersebut harus menjadi dasar oleh pemerintah dalam melakukan evaluasi keamanan dan hal-hal lain yang menjadi masalah mendasar di Papua.
Apabila evaluasi keamanan di Papua tidak dilakukan segera, dikhawatirkan permasalahan yang terkait keamanan dan kekerasan yang terjadi di Papua cenderung akan berkepanjangan dan semakin sulit untuk di selesaikan.
“Kebijakan dalam pendekatan keamanan harus segera dilaksanakan, bila tidak kekerasan yang akan mengakibatkan dengan meninggalnya seseorang tetap akan terjadi,” sambung Al Araf pada kesempatan yang sama.
Kebijakan pemerintah tentunya melakukan pendekatan ekonomi untuk membangun Papua. Dan kebijakan ekonomi tersebut memang sudah didampingi dengan kebijakan keamanan, namun perlu dilakukan evaluasi tentang kebijakan keamanan di Papua.
Menurut yang diberitakan oleh media, bahwa Pendeta Yeremia Zanambani tewas akibat luka tembak yang terjadi di Kampung Hitadipa, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Hal tersebut oleh TNI disebutkan bahwa Pendeta Yeremia Zanambani tertembak oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sehingga mengakibatkan meninggal.
Disisi lain Juru Bicara dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat ( TPNPB ) Sebby Sambon, justru mengatakan bahwa Pendeta Yeremia Zanambani tewas karena dibunuh oleh aparat TNI.
“Pendeta Yeremia Zanambani, S. TH, penerjemah Alkitab bahasa Moni hari ini ditembak mati oleh TNI di Intan Jaya,” ujar Sebby melalui informasi yang di rilis pihaknya pada hari Minggu (20/9/2020)
Pada kesempatan berbeda, Kepada Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua, Kombes AM Kamal menyatakan bahwa TNI tidak memiliki pos atau checkpoint di Hitadipa. Pernyataan ini sekaligus membantah pernyataan dari pihak TPNPB yang diduga memanfaatkan situasi untuk memperkeruh suasana.
“Di Hitadipa, aparat keamanan tidak memiliki kantor maupun pos, sebab kampung tersebut baru masuk perencanaan akan didirikan Koramil.” Tambahnya
Kamal menyebutkan bahwa hasil penelusuran awal dari kasus Pembunuhan Pendeta Yeremia yang terjadi itu adalah perbuatan kelompok Kriminal Bersenjata ( KKB ) yang bergerak dibawah pimpinan Jelek Waker.
Meskipun demikian Mayor Jendral Herman Asaribab selaku Panglima Kodam XVII/Cendrawasih tidak tinggal diam, pasalnya dalam penanganan kasus ini dia telah memerintahkan dua personel nya untuk fokus pada penyelidikan atau investigasi terkait kasus Pembunuhan tersebut.
Hal ini membuktikan bahwa pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dan terus berusaha untuk menciptakan keamanan di pulau timur Indonesia, Papua.