“Bersama Suku Kamoro, kami memulai karya sejak 1996. Kini menjadi tempat bernaung bagi lebih dari 500 seniman Suku Kamoro dari Kabupaten Mimika, untuk bertumbuh bersama, menjaga dan membangkitkan kembali beberapa aspek budaya warisan leluhur yang sempat memudar”.
Laporan : Stefanus Ambing/fajarpapua.com
Nama Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe (MWK) masih terasa asing ditelinga warga Kota Timika. Lokasinya agak jauh dari pusat keramaian, terletak di bilangan jalan Nawaripi Dalam.
Meskipun keberadaannya tidak banyak diketahui publik, namun siapa sangka, yayasan binaan PT Freeport Indonesia ini menaungi 500 seniman suku Kamoro. Disnilah mereka mengekspesikan jiwa seni untuk melestarikan warisan leluhur sekaligus memenuhi kebutuhan hidup.
Maramowe Weaiku Kamorowe berasal dari bahasa Kamoro, Maramo artinya ukiran, we berarti manusia dan maramowe = pengukir. Sedangkan Weaiku artinya anak muda atau orang hebat, dan Kamorowe = orang Kamoro.
Pendiri sekaligus Pembina
Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe Luluk Intarti atau yang akrab disapa Mbak Lulu, dalam kesehariannya dibantu Herman Kiripi selaku ketua yayasan saat diwawancarai fajarpapua.com mengaku Maramowe Weaiku Kamorowe bisa diterjemahkan sebagai orang Kamoro adalah pengukir yang hebat atau seniman ukir muda Kamoro. “Karena program kerja kita selain preservasi budaya ukir juga regenerasi seniman ukir,” ungkapnya.
Sejak awal didirikan, Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe sudah meninggalkan jejak yang cukup panjang dalam mengembangkan seni ukir Kamoro.
Dibawah binaan Freeport, yayasan tersebut menjadi payung bagi 500 seniman Kamoro untuk mengekspresikan jiwa seni mereka sekaligus demi mendukung ekonomi keluarga. Sebab selain membina, yayasan yang eksis sejak tahun 1996 itu aktif membeli sekaligus menjual ukiran khas Kamoro.(bersambung)
