Timika, fajarpapua.com- Para pengusaha muda yang tergabung dalam Honai Adat Pengusaha Amungme Kamoro ( HAPAK) meminta PT Freeport Indonesia meninjau pengelolaan tailing untuk bahan baku keramik dan semen oleh dua perusahaan.
Hal ini diungkapkan Ketua HAPAK, Oteanus Hagabal kepada wartawan, Sabtu (11/1) menyikapi masuknya PT. Honay Ajakwa Lorenzt dan PT Tambang Mineral Papua yang akan membangun pabrik keramik dan semen.
Menurutnya masih banyak pengusaha lokal yang mampu dan memiliki potensi untuk mengelola tailing namun tidak dilirik oleh PT Freeport Indonesia.
“Jadi kami meminta agar PTFI meninjau ulang perusahaan yang diajak kerjasamanya, kenapa tidak memperhatikan anak negeri yang memiliki potensi untuk membangun daerah ini,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan, jika memang para pemilik dua perusahaan tersebut anak negeri kenapa proses masuknya seperti disembunyikan.
” Kalau tidak disembunyikan kenapa tidak diketahui pemerintah daerah termasuk Pj. Bupati Mimika, DPRD Mimika, HAPAK, tokoh adat Lemasa dan Lemasko. Karena kalau bicara dampak, masyarakat yang terkena langsung seharusnya ada komunikasi dengan mereka. Jangan membuat seolah-olah tanah ini tidak memiliki orang,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua SDM HAPAK Antonius Jangkup mengatakan, pihaknya sepakat dengan Lemasko yang melakukan penolakan.
Sebagai pengusaha adat pihaknya menolak dengan tegas oknum-oknum yang mengijinkan pembangunan pabrik keramik dan semen yang tidak melibatkan masyarakat adat.
“Kami sudah cek Pj. Bupati Mimika dan DPRD Mimika tidak mengetahui masuknya dua perusahaan. Kalau mau masuk harusnya koordinasi dengan semua pihak termasuk lembaga adat dan pengusaha adat dalam hal ini HAPAK untuk bersama-sama melihat hak ulayat,” ujarnya.
“Jangan karena PTFI yang mengelola tambang mereka ingin menguasai tailling, di wilayah ini ada daerah-daerah dan pemilik atau marga yang mendiami daerah itu, harusnya dilibatkan. Tapi mereka terkesan menyembunyikan ini ada apa,” lanjutnya.
Ia mengatakan pihaknya akan membawa persoalan ini ke DPRD Mimika, DPR Provinsi Papua Tengah dan ke pemerintah pusat.
“Sudah cukup kami diam, mulai dari pengelola tailling, batako banyak oknum-oknum yang bermain, sehingga kami akan melakukan aksi damai ke pihak terkait,” tuturnya.
Anton menambahkan, pihaknya tidak akan menolak masuknya kedua perusahaan kalau prosedurnya baik dan melihat pengusaha adat yang ada di Mimika.
“Kita di Mimika memliki pengusaha adat di HAPAK kenapa tidak diberdayakan dan seharusnya dikomunikasikan dengan para pemangku kepentingan dan pemilik ulayat. Saya meminta PTFI untuk menghentikan masuknya dua perusahaan tersebut,” pungkasnya. (moa)
PT. FI. Wajib memperdayakan pengusaha anak mudah AK. Kebiasaan TP. FI seperti ini menimbulkan kecemburuan sosial dan orang bagian Indonesia barat selalu mengganggap orang Papua tidak bisa padahal tidak diberi kesempatan dan kepercayaan anak mudah AK .