Timika, fajarpapua.com – Ibadah Malam Paskah di Keuskupan Mimika berlangsung penuh khidmat dan makna, dipimpin langsung oleh Uskup Mimika, Mgr. Dr. Bernardus Bofitwos Baru, di Gereja Katedral Tiga Raja, Sabtu (19/4).
Perayaan sakral ini turut dihadiri Bupati Mimika, Johannes Rettob, serta Utusan Khusus Presiden Republik Seychelles untuk ASEAN, Nico Barito, yang ikut merayakan kebangkitan Kristus bersama ribuan umat Katolik setempat.
Ibadah dibuka dengan upacara pemberkatan lilin Paskah sebagai simbol kehadiran Kristus, Sang Terang, yang mengusir kegelapan dosa.
Lilin suci kemudian diteruskan ke tangan umat, menciptakan suasana syahdu dengan cahaya menyala di tengah kegelapan gereja.
Ritual ini menjadi pengingat akan harapan baru yang dibawa kebangkitan Kristus dalam menghadapi kegelapan hidup.
Perayaan liturgi disemarakkan dengan tujuh bacaan dari Perjanjian Lama, satu bacaan Surat Rasul Paulus, dan Injil Lukas (24:1-12) tentang kebangkitan Yesus. Bacaan-bacaan ini menampilkan rangkaian kisah keselamatan dari Kitab Kejadian hingga Surat Roma. Kutipan Injil, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati?” (Luk. 24:5), menjadi titik refleksi utama dalam homili Uskup Bernardus.
Dalam kotbahnya, Uskup Mimika mengangkat dua isu penting: pelestarian lingkungan hidup dan penghormatan terhadap perempuan.
Mengutip Kitab Kejadian, Uskup Mimika menegaskan bahwa alam adalah “karya cinta sempurna Allah” yang memiliki nilai spiritual, sosial, budaya, dan ilmiah.
“Hutan Papua bukan sekadar sumber ekonomi, melainkan wajah Allah yang misterius,” tegasnya, mengutip ensiklik Laudato Si karya Paus Fransiskus.
Ia mengkritik keras eksploitasi hutan oleh sistem kapitalisme modern yang mengabaikan kearifan lokal.
“Hutan di Tanah Papua dihabisi oleh keserakahan. Masyarakat adat telah menjaga alam dengan bijaksana selama ribuan tahun, namun dunia modern menghancurkannya dalam sekejap. Ketika alam rusak, maka rusak pula relasi manusia dengan Allah, sesama, dan bumi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Uskup Bernardus juga menyerukan penghapusan budaya patriarki yang masih mendiskriminasi perempuan.
Ia menekankan pria dan wanita sama-sama diciptakan menurut citra Allah dan memiliki peran yang setara dalam kehidupan sosial.
“Budaya belis (maskawin) yang memberatkan telah menjadikan banyak perempuan Papua sebagai korban. Perempuan bukan warga kelas dua! Mereka adalah pelaku utama kehidupan, pewarta pertama kebangkitan, dan rahim yang melahirkan peradaban,” jelasnya.
Ia mengecam segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan praktik eksploitasi seksual, sembari mengajak umat untuk bertobat dan mengubah pola pikir.
“Malam Paskah ini, mari kita ubah cara pandang! Perempuan adalah sahabat seperjalanan, bukan objek kesenangan,” serunya.
Uskup Bernardus menutup homili dengan pesan yang menggugah:
“Kebangkitan Yesus adalah undangan untuk memulihkan segala yang telah rusak — relasi dengan alam, sesama, dan Allah. Mari jadikan Paskah ini sebagai awal dari perubahan nyata,” ujarnya.
Setelah homili, misa dilanjutkan dengan doa Litani Para Kudus, pembaruan janji baptis, dan liturgi Ekaristi. Umat tampak khidmat mengikuti setiap bagian ibadah, diiringi alunan paduan suara yang membawakan lagu-lagu pujian kebangkitan.
Perayaan Malam Paskah ini tidak hanya menjadi momen spiritual penuh pengharapan, tetapi juga panggilan nyata untuk keadilan ekologis dan kesetaraan gender di tanah Papua.
Dengan nyala lilin yang terus menyala, umat diingatkan bahwa kebangkitan Kristus adalah terang harapan bagi hidup yang lebih adil, damai, dan harmonis.(moa)