BERITA UTAMAMIMIKA

Alami Penganiayaan Berat, Korban Bullying di SMP Negeri 7 Masuk UGD RSUD Mimika, Kapolres : Segera Ditindaklanjuti

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
2541
×

Alami Penganiayaan Berat, Korban Bullying di SMP Negeri 7 Masuk UGD RSUD Mimika, Kapolres : Segera Ditindaklanjuti

Share this article
IMG 20250505 WA0009
Korban saat menjalani perawatan di UGD RSUD Mimika.

Timika, fajarpapua.com – Margareta, siswi kelas IX SMP Negeri 7 Timika yang menjadi korban penganiayaan dan perundungan (bullying) enam siswi sekolah itu terpaksa dilarikan ke RSUD Mimika pada Senin (5/5) pagi. Margareta mengalami lebam di sejumlah bagian tubuh hingga harus mendapat perawatan medis.

“Iya, kami lagi di UGD,” ungkap ayah korban, Hendrikus Maret, saat dikonfirmasi fajarpapua.com.

iklan
Banner Iklan
iklan

Dikemukakan, anaknya mengalami lebam di beberapa bagian tubuh akibat penganiayaan berat yang dialami korban.

Ketika ditanya tindaklanjut kasus tersebut, Hendrikus mengakui pihak sekolah berencana melakukan mediasi pada Senin (5/5) hari ini. Namun sebagai orang tua dirinya keberatan dan memilih menempuh jalur hukum.

“Karena ini pidana murni, apalagi dari bukti chatingan ternyata para pelaku sudah berencana menganiaya anak saya. Bahkan salah satu pelaku bilang dia sudah gemas darah,” kata Hendrikus dengan nada sesal.

Ia menyatakan, pihaknya sudah melapor kasus itu ke Polres Mimika disertai bukti visum menunggu tindaklanjut dari kepolisian untuk menegakkan keadilan bagi anaknya. “Ini tindakan pidana murni, kami tetap proses hukum,” bebernya.

Sementara itu Kapolres Mimika, AKBP Billyandha Hildiario Budiman dikonfirmasi fajarpapua.com secara terpisah mengaku akan segera menindaklanjuti kasus tersebut. “Kami akan segera tindaklanjuti,” papar Kapolres.

Tokoh muda Suku Amungme, Michael Kum mengecam keras perilaku perundungan (bullying) terhadap seorang siswi Kelas 9 SMP Negeri 7 yang dilakukan enam oknum siswi sekolah itu.

Michael mendesak Kapolres Mimika memerintahkan jajarannya untuk memanggil kepala sekolah, sekaligus menangkap dan mengadili para pelaku untuk memberikan efek jera.

Kepada fajarpapua.com Minggu (4/5) Michael mengatakan, praktek bullying merupakan perilaku premanisme di lingkungan sekolah. Perilaku seperti itu tidak boleh terjadi karena sangat mengganggu mental korban.

“Saya sangat mengecam kejadian ini, jangan sampai terjadi lagi. Itu tindakan premanisme yang terpengaruh lingkungan sekitar maupun media sosial yang terbawa ke lingkungan sekolah,” katanya.

Ia meminta pihak sekolah tidak mendiamkan kejadian-kejadian seperti itu karena sangat mempengaruhi mental anak. Jika ketahuan kepala sekolah maupun guru ikut masa bodoh, Bupati Mimika maupun kepala Dinas Pendidikan harus menonaktifkan pendidik bermental demikian. Sementara itu, para pelaku sudah sepantasnya dikeluarkan dari sekolah dan diproses hukum.

“Kami minta sekolah keluarkan oknum siswa yang begitu dan tidak bisa dipertahankan di sekolah. Jangan sampai ditiru teman-teman yang lain karena sangat merusak mental korban. Sekolah itu tempat mendidik anak menjadi baik bukan untuk menjadi preman,” ungkapnya.

Michael juga menegaskan kepada pihak Kepolisian menangkap dan menindak lanjuti jika ada laporan yang masuk terkait dengan bullying di sekolah.

“Kami minta polisi tangkap para pelaku dan adili supaya ada efek jera. Tidak boleh didiamkan. Kemudian kepada para orang tua yang anaknya mengalami kejadian itu laporkan saja jangan takut, ditanah Amungsa ini tidak boleh terjadi,” tegasnya.

Penegasan Michael menanggapi aksi premanisme terhadap seorang siswi kelas 9 di SMP Negeri 7 Timika, yang diduga menjadi korban perundungan dan kekerasan fisik (bullying) oleh enam teman perempuannya di luar lingkungan sekolah.

Kasus tersebut terungkap setelah orang tua korban, Hendrikus Maret, melaporkan kejadian itu ke Polres Mimika, Sabtu (3/5), lantaran mediasi yang dilakukan pihak sekolah dianggap tidak memberikan penyelesaian yang memadai.

Menurut Hendrikus, insiden bermula saat putrinya, Margaretha, diundang ke sebuah grup WhatsApp pada Jumat, 2 Mei 2025.

Alih-alih berinteraksi biasa, Margaretha justru menerima makian dan ancaman dari teman-temannya.

“Anak saya ditanya kenapa jarang gabung. Tapi malah dibalas dengan kalimat kasar dan ancaman akan ‘mandi darah’. Keesokan harinya, setelah pulang sekolah, dia dihadang dan dipukuli,” ujar Hendrikus saat dihubungi fajarpapua.com.

Aksi kekerasan itu terjadi pada Sabtu, 3 Mei 2025, sekitar pukul 11.30 WIT di Jalan Yos Sudarso arah Nawaripi.

Korban diduga dianiaya oleh enam siswi berinisial N, D, K, S, K, dan T. Mereka diduga memukul Margaretha secara bergiliran, menyebabkan luka memar pada wajah korban.

“Pipi kirinya bengkak karena dipukul. Dia juga dipermalukan secara verbal. Kami sudah visum di RSUD Mimika dan ini jelas bukan lagi sekadar masalah anak-anak,” tegas Hendrikus.

Ia mengaku kecewa karena pihak sekolah hanya menganggap kejadian tersebut sebagai masalah internal siswa dan menanganinya secara terbatas di lingkungan sekolah.

“Kami butuh efek jera agar ini tak terulang. Ini sudah masuk ranah pidana. Kami ingin keadilan,” ujarnya.

Dari informasi yang dihimpun fajarpapua.com, perundungan diduga dipicu oleh kesalahpahaman di media sosial.

Margaretha disebut sering menjadi target ejekan di grup WhatsApp karena dianggap tidak mau bergaul dan bahkan disebut dengan istilah tidak pantas, seperti “ODGJ”.

Ironisnya, beberapa siswa laki-laki juga disebut turut menyoraki dan menyebarkan tekanan psikologis terhadap korban, termasuk nama-nama seperti Y, J, dan dua siswa lainnya.

“Anak-anak ini masih di bawah umur, tapi perilakunya sangat meresahkan. Ini mencerminkan lemahnya pengawasan dari orang tua maupun guru,” tambah Hendrikus.

Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian telah menerima laporan resmi dan dijadwalkan akan memulai proses penyelidikan pada Selasa, 6 Mei 2025.

Margaretha saat ini dalam pemulihan trauma, dan keluarga berharap kasus ini ditangani secara serius agar menjadi pelajaran bagi semua pihak.
(red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *