Timika, fajarpapua.com- Forum Independen Mahasiswa West Papua Komite Pimpinan Kota Timika (FIMWP-KPK) menggelar aksi demonstrasi damai di halaman Kantor DPRK Mimika, Jalan Cenderawasih, Timika, Senin (10/11).
Dalam aksinya, FIMWP-KPK membawa sejumlah tuntutan penting yang menyoroti kekerasan terhadap warga sipil dan keberadaan perusahaan tambang raksasa PT Freeport Indonesia.
Dalam aksi yang diikuti ratusan mahasiswa dan simpatisan ini, FIMWP menuntut pemerintah untuk menghentikan seluruh bentuk kekerasan dan operasi militer di wilayah konflik Papua seperti Intan Jaya, Maybrat, Pegunungan Bintang, Yahukimo, serta daerah lainnya yang masih dilanda ketegangan.
Selain itu, massa aksi juga mendesak agar PT Freeport Indonesia segera ditutup dan hak kedaulatan rakyat Amungsa atas tanah adatnya dikembalikan. Mereka menilai keberadaan Freeport telah memberi dampak besar terhadap kehidupan masyarakat adat, lingkungan, serta ketimpangan sosial di Kabupaten Mimika.
Adapun 10 tuntutan utama FIMWP antara lain:
Menghentikan kekerasan dan operasi militer terhadap masyarakat sipil di wilayah konflik seperti Intan Jaya, Maybrat, Pegunungan Bintang, Yahukimo, dan daerah lain di Tanah Papua.
Menghentikan seluruh Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke dan Kota Sorong yang dinilai mengancam kehidupan masyarakat adat Marind dan Moi.
Menutup semua perusahaan ilegal yang beroperasi di Tanah Papua dan berpotensi memicu konflik.
Mengusut tuntas seluruh kasus pelanggaran HAM berat yang telah dan sedang terjadi di Tanah Papua.
Menutup PT Freeport Indonesia serta mengembalikan hak kedaulatan rakyat Amungsa atas tanahnya.
Menghentikan operasi militer berskala besar dan menarik seluruh pasukan non-organik dari Tanah Papua.
Memulangkan seluruh pengungsi sipil dari Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat, Yahukimo, dan Teluk Bintuni.
Mengembalikan seluruh pasukan militer ke barak karena dinilai terlibat dalam kejahatan kemanusiaan.
Mengedepankan pendekatan humanis dan dialog sebagai jalan damai penyelesaian konflik berkepanjangan di Tanah Papua.
Memberikan hak penentuan nasib sendiri (Right to Self-Determination) sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua.
Koordinator Lapangan Aksi, Freedom Kobogau, menyampaikan bahwa ketidakadilan di atas tanah Papua semakin meningkat, sehingga pihaknya merasa perlu bersuara demi kelangsungan hidup masyarakat adat.
“Saat ini masyarakat Amungme, Kamoro, dan Orang Asli Papua lainnya di Timika terpinggirkan. Kami yang bersuara hari ini adalah mereka yang tersisa untuk mempertahankan tanah adat kami,” ujarnya.
Menanggapi aksi tersebut, Ketua DPRK Mimika, Primus Natikapereyau, menyatakan bahwa pihaknya menerima dan akan meneruskan aspirasi para demonstran ke instansi terkait.
“Kami menerima aspirasi ini dan akan meneruskannya kepada pihak-pihak yang berwenang. Kami juga bagian dari masyarakat, sehingga kami berharap upaya bersama dapat segera ditempuh untuk menemukan solusi,” jelasnya.
Usai menyampaikan aspirasi dan melakukan orasi, massa aksi membubarkan diri secara tertib. Situasi keamanan selama kegiatan berlangsung aman dan kondusif. (ron)

