BERITA UTAMApinpost

MRP dan DPRP Diminta Kaji Isu Pendatang di Papua

pngtree vector tick icon png image 1025736
3
×

MRP dan DPRP Diminta Kaji Isu Pendatang di Papua

Share this article
Pendatang
Deputi V Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) RI, Laus D Calvin Rumayom.

Jayapura, fajarpapua.com

Deputi V Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) RI Laus D Calvin Rumayom meminta kepada Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua mengkaji isu pendatang di Papua lantaran sering berujung konflik di wilayah paling timur tersebut.

ads

“Kita khawatir kalau itu tidak dikelola dengan baik, maka hubungan-hubungan sosial antarsuku dan antarmasyarakat itu akan berpontensi menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Istilah atau kata pendatang itu memang kita sudah meminta kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPR Papua untuk lebih mengkaji terkait dengan keberadaan masyarakat yang ada di Papua,” kata Laus di Jayapura, Jumat.

Laus melihat beberapa perkembangan konflik tahun lalu, terutama isu rasis yang berujung pada kejadian-kejadian tragis di Wamena, di Jayapura dan beberapa kota-kota lain di Papua, seolah-seolah mengklasifikasikan masyarakat Papua ke dalam kelas-kelas suku dan agama.

Ia megatakan, selain orang asli Papua, masyarakat di Papua juga terdiri dari masyarakat dari suku bangsa lain yang menetap dan tinggal di wilayah tersebut, dan terjadi percampuran, baik perkawinan fisik maupun budaya. 

“Saya memberikan contoh misalnya di Amerika ada Afrika Chanes American. Jadi, pendefinisian itu jangan kita lupa bahwa itu berakar dari asimilasi, itu juga berakar dari akulturasi bahwa ada perkawinan secara fisik, biologi tetapi juga perkawinan secara budaya,” ujarnya.

Tentu, kata dia, ini juga harus ada pengakuan terhadap masyarakat yang ikut membangun di Papua. Idealnya, menurut dia, perlu ada evaluasi tentang dinamika pembangunan di Papua yang selama ini seolah-seolah masyarakat hidup dalam kelompok-kelompok suku, dan juga hidup dalam kelompok-kelompok yang lebih luas entah itu dari luar Papua atau masyarakat internasional seperti etnis Tionghoa atau etnis-etnis lain yang ada disini.

“Saya pikir ini pekerjaan rumah besar bagi Majelis Rakyat Papua untuk mengevaluasi kembali keberadaan masyarakat kita supaya kita mampu mengelola keberagaman yang ada di Papua, jangan kita kemudian berhadapan seperti sekarang di Merauke, isu-isu politik yang kemudian sudah merembes kepada isu pendatang atau isu penduduk pribumi,” katanya.

Ia menambahkan, organisasi kepemudaan juga berperan penting dalam upaya mendefinisikan ulang masyarakat Papua ke depan.  “Saya pikir ini peran dari seluruh organisasi kepemudaan (OKP) yang ada karena semua masyarakat suku yang ada ada sudah diakomidir secara baik dalam organisasi kepemudaan atau paguyuban-paguyuban itu sudah ada,” ujarnya.

Ia menambahkan, mungkin yang perlu dibutuhkan adalah pendefinisian yang lebih komprehensif sesuai dengan kondisi masyarakat hari ini. Tetapi ada konsekuensinya juga misalnya kalau sudah jadi warga Amerika dalam kurun waktu yang sudah ditentukan oleh pemerintah, maka sudah harus disebut sesuai entitasnya.

“Saya tidak bisa dibilang pendatang, saya disebut sebagai entitas saya apakah jawa batak, suku Papua, suku Ambon Papua, apapun hal yang harus didefinisikan secara baik. Inikan tidak bisa secara langsung tetapi kita butuh forum untuk mendefinisikan isu-isu yang berbasis pada etnis,” katanya.(ant)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *