FeaturedNASIONAL

Eksistensi Instruksi Walikota Ambon Terhadap Penanggulangan Covid-19 Dalam Kerangka Hukum

pngtree vector tick icon png image 1025736
9
×

Eksistensi Instruksi Walikota Ambon Terhadap Penanggulangan Covid-19 Dalam Kerangka Hukum

Share this article
20210728 140211
Muhammad Saleh Suat, SH.,MH.

Oleh : Muhammad Saleh Suat, SH.,MH.

Akademisi IAIN Ambon

ads


DALAM Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian bermakna bahwa Negara Indonesia bukan Negara yang berdasar atas kekuasaan (machstaat).
Karena Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka segala tindakan Pemerintah harus berlandaskan pada Peraturan Perundang-Undangan. Namun pada kenyataannya akhir-akhir ini badan atau pejabat Tata Usaha Negara Kepala Daerah seringkali menempuh berbagai langkah kebijakan tertentu, antara lain menciptakan apa yang sering dinamakan aturan kebijakan (beleidsregel). Suatu aturan kebijakan pada hakekatnya merupakan produk dari tindakan tata usaha negara, namun tanpa disertai dasar yuridis terhadap kewenangan pembuatan peraturan dari badan atau pejabat tata usaha negara tersebut.
Contoh utamanya bisa kita lihat pada upaya untuk mencegah lonjakan Covid 19 yang dari hari ke hari angka penularannya semakin tinggi, akhirnya Pemerintah dalam hal ini pejabat Tata Usaha Negara menetapkan kebijakan berupa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di wilayah Jawa-Bali mulai tanggal 3 Juli-20 Juli 2021 dan hal ini diresponi serta diberlakukan pada Kota Ambon dengan diterbitaknnya Prodak Kebijakan berupa Instruksi Walikota. Berbeda dengan PPKM Mikro yang menitikberatkan pada peran skala kecil yang dilakukan oleh RT/RW sebagai ujung tombak, PPKM Darurat ini lebih berskala luas, yakni memberlakukan pembatasan-pembatasan luas dalam gerak sosial ekonomi masyarakat, seperti penutupan pusat perbelanjaan, tempat ibadah serta tempat-tempat lainnya yang berpotensi menimbulkan kerumunan.
Membandingkan dua istilah PPKM Darurat dan PPKM Mikro tentu bisa dilakukan jika kedua istilah tersebut benar-benar memiliki landasan pijakan hukum yang jelas dari Peraturan yang mendelegatifkannya. Bagaimana jika salah satu istilah maupun uraian kerangka pengaturan tidak ditemukan dalam Nomenklatur Peraturan-Perundang-Undangan? Istilah atau konsep hukum tentu akan merujuk pada Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dalam muatan materi pembentukannya. Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi rujukan dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 128 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6236) yang mana dalam Produk Hukum tersebut tidak dapat kita temukan istilah PPKM, baik itu PPKM Mikro maupun PPKM Darurat.
Pengambilan kebijakan oleh Pemerintah tentu yang menjadi landasan utamanya adalah Peraturan Perundang-Undangan, apalagi Indonesia adalah Negara Hukum. Sebab Bagaimanapun juga konsep atau sebuah keabsahan tindakan pemerintah tidak akan lahir dari ruang hampa. Tanpa adanya landasan delegatif kewenangan kepada organ pemerintah tersebut maka prodak tersebut semestinya tidak dianggap sebagai prodak pengaturan yang mengatur secara umum namun hanya sebagai kebijakan semu. Sebab  tujuan utama adanya hukum adalah memberikan jaminan ketertiban, keadilan dan kepastian. Hukum merupakan sistem yang mempunyai ciri dan karakter sebagai penggerak dan pengatur kehidupan masyarakat. Untuk itu sebuah peraturan maupun kebijakan yang baik adalah suatu keabsahan Tindakan yang dapat mendorong perubahan di masyarakat.
Untuk fenomena ini Bisa saja Pemerintah akan berdalih bahwa dasar hukum PPKM baik Mikro maupun Darurat didasarkan pada diskresi. Secara sekilas mungkin alasan ini terlihat benar, tetapi sebenarnya tidak benar. sebab diskresi merupakan kewenangan bebas dari pejabat Pemerintah dalam mengambil kebijakan jika hukum yang berlaku saat ini tidak cukup untuk memberikan dasar hukum atas tindakannya. Dengan demikian, bukan berarti pejabat Pemerintah bisa seenaknya untuk menerabas peraturan perundang-undangan yang telah ada. Oleh karena itu Aturan-Kebijakan seperti ini tentu tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang legal, sebab daya kerjanya menyerupai prodak Pengaturan tetapi tidak mempunyai dasar yuridis.
 
 
 
Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini harus tetap berpijak pada aturan yang berlaku. Jika istilah PPKM tidak memiliki dasar pijakan maka dapat dipastikan secara hukum eksistensi dari Prodak PPKM berupa Instruksi menjadi problem yuridis. Dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 128 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6236) hanya dikenal empat peristilahan yakni, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, Karantina Rumah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana yang termuat di dalam BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 angka (1) sampai angka (35) sehingga dapat dikatakan bahwa dalam Undang-Undang a quo tidak dikenal istilah PPKM baik Mikro maupun Darurat, dengan demikian dimanakah pijakan hukum sehingga diterbitkannya Prodak Kebijakan berupa Instruksi Walikota Ambon tentang PPKM Mikro?.
 
 
 
 
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *