Timika, fajarpapua.com – Permasalahan batas wilayah dengan tiga kabupaten tetangga menyebabkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang belum menyetujui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Mimika.
Hal itu terungkap dalam rapat terkait revisi RTRW Kabupaten Mimika mengacu pada Perda Nomor 15 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Mimika yang digelar pada Jumat (10/12) di Kantor Bappeda Mimika.
Tim ahli Penyusunan RTRW Mimika, Ir. Firdaus mengatakan pihaknya telah menyusun revisi selama hampir tiga tahun.
Saat ini lanjutnya, revisi RTRW sudah berada pada tahapan akhir, namun masih terdapat kendala terutama masalah batas wilayah.
Dikatakan Firdaus, dari delapan kabupaten yang wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Mimika, 7 kabupaten masuk di Provinsi Papua dan satu kabupaten berada di Provinsi Papua Barat.
“Sementara saat ini kita masih terkendala terkait batas wilayah dengan tiga kabupaten yaitu Nduga, Deiyai dan Dogiyai. Artinya, sudah ada 5 kabupaten yang clear terkait batas wilayah dengan Kabupaten Mimika,” jelasnya.
Masalah batas wilayah dengan tiga kabupaten tetangga yang menjadi kendala rancangan revisi rencana tata ruang wilayah untuk mendapatkan persetujuan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
“Artinya revisi RTRW tinggal ditahapan surat persetujuan substansi dari menteri agraria dan tata ruang, kalau sudah mendapatkan itu baru bisa kita dorong untuk dibahas di DPRD Mimika untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah,” katanya.
Firdaus menegaskan, jika masalah itu belum selesai akan menghambat rancangan peraturan daerah revisi RTRW yang akan menjadi hambatan didalam kegiatan program yang ada di wilayah Kabupaten Mimika terkait dengan sarana prasarana, insfrastruktur, perizinan dan lain sebagainya.
Akibat terbesar jika Perda RTRW tidak segera diselesaikan lanjut Firdaus, Kabupaten Mimika akan sulit menyelesaikan persoalan kesenjangan wilayah dan konektivitas wilayah karena 91,57 persen wilayah Kabupaten Mimika adalah kawasan hutan.
Firdaus mengungkapkan, dalam revisi peraturan daerah RTRW diharapkan pemerintah kabupaten menurunkan status kawasan hutan menjadi non hutan atau APL (area penggunaan lain).
Dengan penurunan status itu maka akan mudah pelaksanaan pembangunan, baik itu sarana prasarana serta jaringan infrastruktur, pelabuhan, bahkan bandara.
“Penurunan status hutan ini bisa kita terapkan untuk di wilayah-wilayah seperti Agimuga, Jila, Jita, Alama dan Hoya, yang memang wilayahnya berada di kawasan hutan,” tutupnya. (feb)