Tentang Totem Kamoro
Totem pertama, Mbitoro yaitu Totem sakral dalam adat Karapao dan Wemawe yang merupakan figur leluhur suku Kamoro.
Totem Mbitoro memiliki tinggi 8,4 m, diameter 1,1 m dengan berat sekitar 6 ton, merupakan kelengkapan sakral pada inisiasi Karapao bagi anak-anak lelaki Kamoro untuk memasuki fase remaja dan mempersiapkan diri mengemban pewarisan hak adat.
Mbitoro terdiri dari dua bagian, totem Wemawe di bagian bawah serta sayap di bagian atas. Totem ini dibuat dari satu pohon kayu besi (Intsia bijuga). Batang pohon diukir menjadi Wemawe dan akarnya sebagai sayap.
Masyarakat Kamoro percaya bahwa Mbitoro ditemukan dari dasar sungai, sesuai mitos bahwa Opokoro Muanoro (manusia yang hidup di atas tanah) dan Mimare Muanoro (sosok roh dalam sungai) adalah pemilik awal Mbitoro.
Totem kedua, Wemawe memiliki panjang 8,2 m, diameter 98 cm dan berat 3,5 ton. Totem ini melambangkan penghormatan dan ungkapan terima kasih kepada orang tua berkuasa yang belum lama meninggal dunia. Bantuan dan perlindungannya kini diharapkan oleh keturunan mereka.
Adapun bahan baku kerajinan kedua totem ini adalah pohon kayu besi yang ada di sekitar pemukiman Suku Kamoro. Dalam proses mengukirnya pun Suku Kamoro memegang teguh budaya daerah setempat. Terdapat simbol-simbol dalam totem seperti kulit buaya,
gigi ikan, mopere dan lainnya yang dianggap sebagai representasi keseharian hidup nenek moyang Suku Kamoro.
“Budaya ukir Kamoro ini dapat terus bertahan ketika generasi muda mengetahui bahwa apa yang telah dilakukan pendahulunya menjadi satu kebanggaan tersendiri yang menjadi ikon nasional nantinya,” kata Luluk.
Melalui dukungan dari PT Freeport Indonesia, Yayasan Maramowe memasarkan dan memamerkan hasil kerajinan Suku Kamoro hingga ke kota-kota besar lainnya. Selain untuk promosi budaya, produk-produk seni tersebut juga memberi pemasukan tambahan bagi masyarakat karena hasil dari penjualan sepenuhnya dikembalikan kepada para pengrajin.