Jakarta, fajarpapua.com – Pakar Ilmu Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan peristiwa 852 orang meninggal akibat COVID-19, Kamis (8/7), perlu menjadi peringatan untuk lebih meningkatkan kewaspadaan.
Kemarin dilaporkan ada 38.391 pasien baru COVID-19 dan yang amat menyedihkan adalah 852 orang meninggal dunia, katanya melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
“Laporan angka pasien terinfeksi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 itu perlu menjadi alarm kepada masyarakat serta otoritas terkait untuk lebih meningkatkan lagi pengetatan aktivitas sosial maupun pengetesan dan penelusuran kasus,” ujarnya.
Tjandra mengatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kerap menggunakan istilah Public Health and Social Measure (PHSM) untuk menggambarkan upaya pembatasan sosial.
Ada dua karakteristik PHSM yang dapat dikaitkan dengan PPKM Darurat di Indonesia, yaitu pembatasan sosial yang amat ketat pada suatu daerah dan waktu tertentu serta pembatasan sosial yang lebih diperketat ketika situasi memburuk.
Tjandra menyoroti ketentuan PPKM Darurat terkait pekerja sektor esensial dan sektor kritikal yang tetap masuk kantor dengan persentase tertentu. “Tapi harus diingat, bahwa juga ada sektor penyertanya yang cukup banyak,” katanya.
Misalnya, kata Tjandra, pekerja dalam satu gedung perkantoran sektor esensial atau sektor kritikal yang di dalamnya terdapat petugas parkir, satpam, penjaga lift dan sebagainya. “Maka yang akan bekerja bukan hanya pekerjanya langsung, yang kalau total dijumlahkan maka cukup banyak,” ujar Tjandra.
Direktur Pasca-Sarjana Universitas Yarsi itu berbagi kiat terkait upaya monitoring situasi untuk menentukan langkah kebijakan lanjutan, di antaranya kedisiplinan penggunaan masker, penutupan sekolah, penutupan atau pembatasan operasi kantor, bisnis dan institusi lainnya, larangan pengumpulan kerumunan orang, pembatasan pergerakan penduduk, dan pembatasan penerbangan internasional.
“Tentang parameter apa yang akan dijadikan target maka juga dapat berupa gabungan beberapa hal seperti jumlah kasus, jumlah kematian, ketersediaan tempat tidur dalam bentuk bed occupation rate (BOR) rumah sakit, data tenaga kesehatan, termasuk yang tertular COVID-19,” katanya.(ant)