BERITA UTAMANASIONAL

Pray For Amurang Menggema Usai Dihantam Bencana, Ratusan Jiwa Mengungsi, Pesisir Manado Terancam

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
6
×

Pray For Amurang Menggema Usai Dihantam Bencana, Ratusan Jiwa Mengungsi, Pesisir Manado Terancam

Share this article
IMG 20220617 WA0008
Bencana alam di Amurang, Sulawesi Utara

Manado, fajarpapua.com– Ajakan untuk mendoakan keselamatan Warga Kecamatan Amurang, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, saat ini terus menggema disejumlah platform media sosial.

Tagar Pray for Amurang muncul menyusul terjadinya bencana alam berupa abrasi laut yang terjadi di kompleks Tugu I’am Amurang, Rabu (15/6).

ads

Dari data yang berhasil didapat fajarpapua.com dari laman milik Pemda Kabupaten Minahasa Selata @minselkab.go.id, bencana yang diprediksi terjadi karena adanya likuifaksi yang disebabkan oleh gelombang laut itu menyebabkan puluhan bangunan rusak.

Bahkan jembatan penghubung Pantai Boulevard akses dari Kelurahan Ranoiapo, Uwuran Satu menuju ke Kelurahan Lewet, Bitung, Ranomea, dan Pondang ambruk.

Selain itu, terdapat 20 rumah, 5 cottage, 1 restoran, 10 perahu, 1 kedai kopi, dan ikon I’am Amurang juga hanyut ditelan abrasi akibat bencana abrasi tersebut.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Minahasa Selatan, Glady Nova Lynda Kawatu dala himbauannya yang dirilis sejumlah media melarang masyarakat untuk tidak berada di lokasi bencana mengingat potensi bencana susulan.

Menyusul banyaknya warga yang mengungsi Pemda Kabupaten Minahasa Selatan juga telah menyiapkan Posko pengungsian yang bertempat di Kantor Kelurahan Lewet dan Aula GMIM Sentrum Amurang.

Selain itu dari hasil rapat Forkopimda bersama para kepala perangkat daerah, Pemda Kabupaten Minahasa Selatan juga menetapkan tanggap darurat selama 14 hari ke depan.

Sementara dari Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Sulawesi Utara meski belum ada laporan mengenai korban jiwa.

Namun, akibat fenomena abrasi ini dilaporkan ratusan masyarakat yang terdampak harus diungsikan ke tempat yang lebih aman.

Hingga saat ini tercatat ada 69 KK atau sekitar 269 jiwa mengubgsi di dua lokasi pengungsian yang sudah disiapkan.

Pesisir Manado Terancan

Peristiwa bencana yang terjadi di Amurang ini diprediksi juga akan mengancam wilayah pesisir Kota Manado

Hal itu diungkapkan oleh Ahli Geoteknik Struktur Tanah, Fondasi dan Jembatan Prof Dr Fabian Manoppo, MAgr yang disadur dari kompas.com, yang menduga bahwa bencana tersebut terjadi akibat likuifaksi.

“Dari hasil pengamatan lapangan, kejadian di Amurang bisa diakibatkan oleh dua faktor. Yakni faktor geologi dan geoteknik. Namun, jika dilihat dari kejadiannya di lokasi, cenderung itu adalah masalah geologi. Karena terjadi subsidence atau amblasan,” ungkap Profesor Fakultas Teknik Unsrat ini.

Namun demikian, Manoppo juga tak memungkiri bahwa faktor geoteknik yakni Likuifaksi bukan akibat gempa tapi akibat gelombang dan pasang surut air laut dan air sungai juga dapat menjadi faktor penyebab bencana di Amurang.

“Penyebab dari faktor geologi dimana terjadi amblasan bisa karena adanya jalur geothermal/ jalur gunung berapi, sungai purba, batuan muda lapuk yang berada jauh di bawah tanah yakni kira-kira pada kedalaman  lebih dari 100 meter sehingga sulit penanganannya,” urai Dekan Fakultas Teknik Unsrat ini.

Namun demikian, dari ke dua faktor tersebut, Ia berucap bahwa ke duanya masih perlu penelitian lanjutan dengan didukung oleh data-data teknik untuk mengetahui apakah hal tersebut akibat geologi atau geoteknik.

“Fakultas Teknik Unsrat akan segera menurunkan tim pengabdian untuk memberikan solusi yang terbaik,” kata Manoppo.

Sebagai langkah antisipatif, la pun menganjurkan bahwa apabila yang ditemukan merupakan faktor geoteknik, maka rekayasa geoteknik dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan. “Kalau memang itu masalah geoteknik, kita bisa bikin pengaman pantai, pemecahan ombak, struktur perkuatan tanah dan pondasi untuk mengurangi resiko likuifaksi bisa menjadi pencegah,” kata Manoppo.

Namun demikian apabila hal tersebut akibat faktor geologi, kandidat Rektor Unsrat ini pun menganjurkan agar masyarakat dapat menjauhi lokasi bencana tersebut serta mengikuti setiap aturan pemerintah terkait lokasi permukiman.

“Apabila ini faktor geologi, maka masyarakat sebaiknya jangan tinggal di situ. Yang namanya sempadan sungai, sepadan jalan, pantai, dan sempadan danau itu ada regulasinya tidak boleh sembarang membangun karena cenderung daerah-daerah itu berpotensi,” kunci Manoppo.

Sementara itu Kepala Bapelitbangda, Manado Liny Tambajong mengamini pendapat dari Profesor Manappo terkait dengan bencana tersebut

“Kalau dilihat ini bukan abrasi. Tapi penurunan atau pergerakan tanah. Karena kejadiannya bukan perlahan seperti abrasi tapi seperti ditelan,” ungkap Tambajong yang juga merupakan Doktor Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

Diuraikan Tambajong pula bahwa Berdasarkan data peta kerentanan zona likuifaksi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Badan Geologi Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, bahwa Kota Manado juga memiliki zona merah yang sama dengan lokasi bencana di pesisir pantai Amurang.

“Pesisir Manado juga beresiko tinggi. Lokasinya sekitar pesisir batas Kota Manado hingga Tempat Pelelangan Ikan,” kata Tambajong.

Adapun diuraikan pada data peta kerentanan zona likuifaksi bahwa zona merah merupakan zona kerentanan yang dapat mengalami likuifaksi secara merata dan struktur tanah umumnya menjadi rusak parah hingga hancur. Tipe kerusakan struktur tanah yang terjadi berupa likuifaksi aliran, pergeseran literal, penurunan tanah vertikal dan semburan pasir.

Diketahui, peristiwa bencana besar yang melanda Palu dan Donggala pada tahun 2018, juga merupakan akibat dari likuifaksi tanah. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *