Jayapura, fajarpapua.com- Keluarga besar Gubernur Papua tak akan mengizinkan Lukas Enembe keluar dari kediaman pribadinya yang berada di Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura.
Keluarga mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) datang ke Jayapura melakukan pemeriksaan terhadap Lukas Enembe tersangka kasus gratifikasi itu.
Hal itu disampaikan Elvis Tabuni yang mewakili keluarga saat menggelar konferensi pers di halaman kediaman pribadi di Koya Tengah, Jumat (30/9).
“KPK kami mohon, Pak Lukas sekarang keadaan sakit jadi tolong diizinkan dokter pilihan keluarga. KPK silahkan datang ke Papua karena kami keluarga besar tidak izinkan Lukas Enembe keluar Papua,” tegas Elvis Tabuni yang juga anggota DPR Papua.
Dirinya menyampaikan, Pemerintah Provinsi Papua melalui Gubernur Lukas Enembe telah menerima delapan kali piagam WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait laporan keuangan.
“Gubeenur Enembe sudah menerima delapan kali WTP dari BPK. Jadi kenapa sekarang dibilang korupsi. Kalau korupsi jangan kasih penghargaan WTP. Ini aneh,” katanya.
Dia menyebutkan, pihaknya sangat memahami aturan perundangan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Tetapi dari sisi adat juga ada aturan.
“Jadi jangan korbankan rakyat banyak di Papua. Jangan lagi bangun narasi akan jemput paksa pak Lukas Enembe. Silahkan saja datang ambil keterangan disini. Itu keinginan kami keluarga besar Lukas Enembe. Kami juga bagian dari NKRI. Ini permintaan kami,”imbuh Elvis Tabuni.
Ditempat yang sama Ronald Kogoya menyatakan keluarga telah sepakat Lukas Enembe tak akan diizinksn dibawa keluar dari rumah untuk berobat ke Jakarta.
“Saya mau katakan bahwa diskriminasi dilakukan dari Tahun 2017 sampai sekarang dilakukan oleh negara,” tuturnya.
Oleh karena itu, keluarga tidak akan mengizinkan siapapun membawa Lukas Enembe keluar dari rumahnya untuk kepentingan apapun.
‘Kami tegaskan Pak Lukas tidak akan keluar . Kami keluarga tolak. Kalau terjadi apa-apa maka siapa mau tanggung jawab. Kami juga meminta KPK menjelaskan asal uang yang selalu disebut. Bukan malah balik bertanya ke kami keluarga,” ujarnya.
“Apabila ada pemaksaan maka kami sepakat akan meminta perlindungan dari luar. Karena negara tidak melindungi kami,” ujar Ronald Kogoya.
Sementara tokoh muda Benyamin Gurik mengklaim telah terjadi intimidasi pada Gubernur Lukas Enembe secara sistematis oleh negara.
“Kasus yang dituduhkan KPK terkait soal dana gratifikasi sebesar 1 miliar rupiah yang belakangan ini dikomentari berbagai pihak termasuk sejumlah menteri dan tokoh-tokoh penting ikut masuk membentuk opini publik seolah-olah Lukas Enembe penjahat besar,” katanya.
Hal ini lanjutnya adalah upaya pembunuhan karakter dan seolah menganggap orang Papua itu bodoh dan terbelakang.
“Apalagi pernyataan mantan Panglima TNI sampaikan TNI akan tangkap Lukas Enembe itu kami tidak terima. Kami bukan teroris,” tegasnya.
Menurutnya negara jangan berupaya menutupi kasus HAM lain di Papua dengan mengkriminalisasi pemimpin orang Papua.
Tokoh Pemuda Tabi, Frangklin Wahey menyebut negara seharusnya melindungi dan memberi penghargaan pada Lukas Enembe.
“Lukas Enembe, bukan hanya Gubernur Papua tapi Kepala Suku Besar orang Papua dan Indonesia yang hidup di Tanah Papua. Beliau sedang sakit, mana rasa kemanusiaan negara. Jaga NKRI. Jaga Lukas Enembe, jaga Papua jaga Indonesia. Jangan rebut kekuasaan Lukas Enembe dengan cara kotor;” ujar Frangklin.(hsb)