BERITA UTAMAMIMIKA

Ribuan Umat Katolik Mimika Tumpah Ruah Padati Gereja Ikut Misa Jumat Agung Ritual Penciuman Salib

cropped cnthijau.png
96
×

Ribuan Umat Katolik Mimika Tumpah Ruah Padati Gereja Ikut Misa Jumat Agung Ritual Penciuman Salib

Share this article
ec1e62ef 170e 4abf 8dbf edd1a43c07bd
Umat yang mengikuti misa diluar gedung gereja St Stefanus Sempan saat melakukan ritual penciuman salib.

Timika, fajarpapua.com – Ribuan umat Katolik Mimika pada Jumat (29/3) sore memadati gereja-gereja besar seperti Katedral Tiga Raja, Gereja Paroki St Stefanus Sempan, Gereja Paroki St Sisilia SP 2, SP 3, SP 1 hingga Mapurujaya mengikuti misa penciuman salib.

Seperti di Gereja Katolik Santo Stefanus Sempan, ribuan umat memadai gedung dan halaman gereja.

ads

Misa dimulai tepat pukul 15.00 atau jam tiga sore yang diyakini sebagai jam kematian Yesus Kristus.

Dalam misa yang dipimpin Pastor Paroki Santo Stefanus Sempan, Gabriel Ngga, OFM, dilakukan ritual penciuman salib sebagai bentuk penghormatan terhadap Tuhan Yesus Kristus, yang dengan rela sengsara dan wafat di Kayu Salib demi menebus dosa manusia.

Misa mengenang sengsara Tuhan itu dibagi dalam lima bagian, yakni ritus pembuka, liturgi sabda, upacara Penghormatan Salib, dilanjutkan dengan ekaristi dan ritus penutup.

Dalam liturgi sabda, teks passio Jumat Agung berisikan kisah sengsara Tuhan Yesus disampaikan melalui nyanyian oleh sejumlah petugas liturgi.

Pastor Paroki Santo Stefanus Sempan, Gabriel Ngga, OFM, dalam khotbahnya mengatakan menurut Sejarawan Roma bernama Herodotus, hukuman salib berasal dari Babilonia dan melalui Persia dan Venesia diterima oleh hukum Romawi.

Dari sinilah tradisi hukuman salib diterapkan di Kekaisaran Romawi untuk menghukum para penduduk setempat dan penjahat kelas kakap demi menjaga stabilitas dan keamanan.

Israel merupakan wilayah penjajahan Kekaisaran Roma Romawi dan Yesus dituduh sebagai penjahat kelas kakap, maka Ia mendapat hukuman mati disalibkan.

“Yesus Kristus mendapat hukuman sekejam itu padahal dari Injil kita tahu, selama hidupnya Ia telah memberikan segala-galanya yang Ia miliki demi kebaikan dan kesejahteraan sesama,” ujarnya.

Yesus berkeliling dari desa ke desa dari kota ke kota dari kampung ke kampung sambil berbuat baik menghadirkan Kerajaan Allah, menyembuhkan orang sakit, membela orang kecil yang terbelenggu, mengusir setan-setan, kuasa jahat dan iblis, membebaskan orang dari permusuhan dan ikatan-ikatan ketidakadilan.

Yesus berani mati untuk perjuanganNya menegakkan Kerajaan Allah perjuangan untuk membawa kedamaian, kebaikan, kesejahteraan bagi sesama maka warna Liturgi merah pada Jumat Agung tidak pertama-tama mengingatkan duka cita atas wafat Yesus, tetapi mengingatkan untuk berani mati sebagai orang benar, berani mati demi memperjuangkan suatu kebaikan, suatu kebenaran.

Pada zaman ini berbagai kekejian telah menimpa hidup manusia dan pelakunya pun adalah manusia. Pembunuhan, kekerasan, ketidakadilan dan kerusuhan yang berakibat korban nyawa masih terus terjadi di gunung, di lembah di pantai dan sebagainya.

“Yesus yang kita tahu selalu menyamakan diri-Nya dengan manusia, rela mati untuk kita-kita ini, dosa-dosa kita, kelemahan-kelamahan kita. Maka menjadi pertanyaan adalah apa makna Jumat Agung ini bagi kita? Dalam iman, kita meyakini bahwa Tuhan rela menderita dan wafat karena cintanya bagi kita, karena cintanya Ia berani memberikan nyawanya untuk kita. Memberikan segala-galanya bagi kita secara tuntas agar kita selamat agar kita memiliki hidup yang tidak akan diambil daripada-Nya. Maka kita yang mengimani Yesus Kristus kita harus berjuang demi kebaikan, berjuang demi kesejahteraan bagi sesama,” pesannya.

Dia mengatakan doa dari Santo Fransiskus Asisi yang amat terkenal adalah doa damai, suatu doa bukan untuk menghibur hati tetapi suatu doa agar umat Katolik berani membawa satu kebaikan, kesejahteraan bagi sesama.

Jika doa itu sungguh-sungguh dihayati maka umat turut juga ambil bagian di dalam melaksanakan sejarah keselamatan, karya keselamatan yang telah dimulai oleh Yesus Kristus sendiri dan dengan demikian sungguh menjadi Yesus Yesus kecil di tengah masyarakat, di zaman yang penuh kehancuran, penuh ketidakadilan, penuh kekerasan.

“Kita diharapkan hidup menyerupai Yesus Kristus, berani menjadi Yesus Kristus zaman ini, berani menjadi Yesus Kristus di tempat di mana kita berada bagi orang-orang kecil, orang-orang yang tersisihkan dan terpinggirkan di dalam masyarakat, yang sering mendapat ketidakadilan, sering mendapat kekerasan, sering direndahkan martabarnya,,” ungkapnya.

DIakhir khotbah, Pastor Gabriel mengajak semua umat mengucapkan doa damai Santo Fransiskus Asisi.(evy)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *