BERITA UTAMAMIMIKA

Nyaris Batal, Mahasiswa Mimika Merasa Dilecehkan, Tanpa Pemberitahun Disperindag Tidak Hadiri Diskusi Publik

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
6
×

Nyaris Batal, Mahasiswa Mimika Merasa Dilecehkan, Tanpa Pemberitahun Disperindag Tidak Hadiri Diskusi Publik

Share this article
Para mahasiswa foto bersama usai diskusi dinyatakan batal.
Para mahasiswa foto bersama usai diskusi.

Timika, fajarpapua.com – Diskusi publik terkait persoalan bahan bakar minyak (BBM) di Kota Timika yang digagas Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santa Theresa Timika dan Himpunan mahasiswa Islam (HMI) Mimika yang dilaksanakan Rabu (16/2) sore di Mell’s Cafe Jalan Hasanuddin nyaris batal digelar.

Perwakilan inti yang diundang yakni Disperindag tidak menghadiri kegiatan tersebut.

ads

Ketua PMKRI Santa Theresa Timika, John Rifaldo FautngilYanan kepada fajarpapua.com mengaku sangat menyesalkan ketidakhadiran Disperindag. “Padahal kami sudah siap, kami merasa benar-benar dilecehkan,” ujarnya.

Dikemukakan, diskusi bertemakan “Polemik BBM bersubsidi di Kabupaten Mimika, kompleksitas dan alternatif penyelesaian Nya”, diharapkan menjadi moment mengurai benang kusut carut marut pendistribusian BBM Mimika yang diwarnai manipulasi dan permainan.

Mengenai ketidakhadiran Disperidag sangat disesalkan pihaknya.

“Kami mengundang dari pihak Disperindag, tetapi mereka tidak hadir, tidak tahu kenapa mereka tidak hadir. Kami sudah kasih undangan dari tanggal 14 Februari 2022 mereka nyatakan siap untuk hadir dan bisa diwakilkan. Bahkan kami sudah melakukan audiensi sebanyak tiga kali dan mereka sampaikan siap dan dapat diwakilkan dalam diskusi tersebut, tapi kenyataannya mereka tidak datang, alasannya sibuk. Harusnya kan lebih awal bilang, bukan saat semua sudah dipersiapkan,” tandas John dengan nada sesal.

Meski tanpa dihadiri Disperindag, diskusi akhirnya dilaksanakan.

Ia melanjutkan, berdasarkan hasil audiens dan data lapangan, kuota distribusi BBM setiap harinya 8 ton dengan total 32 Ton/KL untuk 4 SPBU di Timika. Namun waktu pendistribusian yang lama menyebabkan antrian kendaraan berkepanjangan.

“Jika dibanding tahun-tahun sebelumnya kuato pendistribusian untuk setiap SPBU berjumlah 16 ton/KL/setiap harinya. Dan BBM subsidi ini bagi masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah, bukan dimanipulasi untuk kebutuhan BBM perusahaan,” tukasnya.

Sedangkan untuk minyak tanah (Mitan), mahasiswa menilai harga jual melebihi harga eceran tertinggi (HET) dan waktu pendistribusian Pertamina ke agen, dan dari agen Ke pangkalan tidak dilaporkan.

“Kuota perhari minyak tanah yang tersalurkan sebanyak 30 ton/KL yang terbagi di 4 agen minyak tanah di Kota Timika,” bebernya.

Terkait diskusi yang digelar tersebut, pihak Pertamina mengaku akan bekerjasama dengan Disperindag melakukan perombakan struktur pemetaan BBM bersubsidi minyak tanah dari tingkat RT, RW, kelurahan dan distrik.

“Untuk BBM bersubsidi solar akan ditindaklanjuti bersama Disperindag, DPRD komisi B, Pemkab Mimika sehingga ada kesepakatan untuk mengusung penambahan kuota BBM dapat ditindaklanjuti,” tukas John menirukan jawaban Pertamina.

Sedangkan ketua komisi B DPRD Mimika menyatakan, selain melakukan pengawasan dan kerja sama, DRPD juga akan membentuk Pansus mengawasi pendistribusian BBM bersubsidi, serta melaporkan polemik BBM bersubsidi tersebut ke BPH Migas.

“Dewan tetap mengawal serta turut mengawasi BBM bersubsidi ini sehingga beberapa hal yang menjadi point’ dalam penyelesaian BBM bersubsidi ini segera ditindaklanjuti secepatnya dengan kerja sama dari berbagai pihak yakni Disperindag, Pertamina dan DPRD Komisi B Mimika,” pungkasnya.

Dia berharap pendistribusian BBM Solar dan Mitan ke agen harus diawasi secara komprehensif dan transparan.

“Jangan hanya mudah bicara, mau ditindaklanjuti tetapi tidak satupun mau turun lapangan melihat persoalan ini,” kata John.

Sementara Ketua HMI, Muhammad Amin menyatakan sebenarnya diskusi sangat penting sebab hasil ivestigasi HMI di lapangan ditemukan sejumlah persoalan.

Pertama, adanya kenaikan harga BBM bersubsidi (minyak tanah) yang melambung tinggi, ini sangat meresahkan masyarakat.

Kedua, adanya pihak yang menimbun minyak tanah, ini menjadi polemik dan sangat menyusahkan masyarakat dalam mendapatkan mitan dengan pelayanan yang baik.

Ketiga, kedua hal itu terjadi karena ada pihak yang memanfaatkan dan mencari keuntungan yang lebih tinggi diatas harga HET. Sudah barang tentu kalau menjual diatas harga HET maka sangat mencekik leher masyarakat.

Keempat, setiap harinya minyak tanah selalu distribusikan kepada pangkalan-pangkalan, namun realitas saat ini di lapangan, masih banyak masyarakat yang tidak mudah memperoleh BBM bersubsidi minyak tanah.

Kelima, HMI meminta Bupati Mimika agar Disperindag mengambil langkah strategis untuk mengawasi dan melakukan penertiban secara tegas terhadap pendistribusian minyak tanah di Mimika. Jika masih lemah dan tidak bisa, lebih baik kepala dinas dan kabidnya dicopot.

Keenam, DRPD mempunyai fungsi pengawasan dan legislasi, jangan hanya melihat BBM berskala besar untuk dijadikan bahan analisa, namun mitan yang bersentuhan lansung dengan masyarakat akar rumput perlu diawasi dan dilindungi agar benar-benar tepat sasar untuk didistribusikan kepada masyarakat.

Ketujuh, persoalan solar, polemik yang terjadi hari ini mengenai solar di Mimika yakni :

  1. Adanya antrian panjang yang setiap harinya terjadi di SPBU, sedangkan setiap hari juga BBM solar selalu masuk ke SPBU. Namun masuknya solar ke SPBU, pada jam 10.00 WIT dimana mobil-mobil sudah mengantri sejak pagi hari.
  2. Ini adalah bentuk pelayanan yang tidak bagus yang diberikan Pertamina Mimika kepada masyarakat. Oleh karena itu HMI meminta kepada pihak Pertamina memperbaiki waktu pelayanan dalam pendistribusian BBM Solar kepada masyarakat lewat SPBU-SPBU.

“Jika dalam 3 hari kedepan belum ada perubahan, masih terjadi antri karena keterlambatan Pertamina memberikan pelayanan lebih awal, maka kami akan melakukan langkah-langkah tegas terhadap Pertamina Mimika,” ujar Amin.

  1. Persoalan kuota BBM Solar di kabupaten Mimika yang dalam lima tahun terakhir ini terjadi penurunan. Ini menjadi pertanyaan besar bagi semua pihak, apa yang menjadi landasan dan kajiannya sehingga BBM solar di kabupaten Mimika mengalami penurunan sedangkan volume kendaraan di Timika setiap tahunnya meningkat.
  2. Setiap terjadi pembelian BBM solar di SPBU, harus tagas bahwa tidak boleh ada yang melakukan pengisian menggunakan jerigen.
  3. Pertamina Mimika harus transparan mengenai jadwal pendistribusian dan berapa banyak pasokan BBM Bersubsi untuk didistribusikan. “Sehingga alur BBM Bersubsidi ini bisa kita kawal bersama-sama,” bebernya.(red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *