BERITA UTAMAPAPUA

Heboh, Ngaku Kepala Suku Jual Tanah Fiktif Rp 2,6 Miliar di Jembatan Hamadi, Jaksa Hanya Tuntut 5 Bulan, Korban Protes

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
8
×

Heboh, Ngaku Kepala Suku Jual Tanah Fiktif Rp 2,6 Miliar di Jembatan Hamadi, Jaksa Hanya Tuntut 5 Bulan, Korban Protes

Share this article
Korban saat menunjukkan barang bukti pembayaran
Korban saat menunjukkan barang bukti pembayaran

 
Jayapura, fajarpapua.com– Gerson Y. Hassor, terdakwa kasus penipuan jual beli tanah senilai Rp. 2,6 miliar telah menjalani sidang pembacaan tuntutan pada bulan Februari 2022. Jaksa penuntut umum (JPU) dari Pengadilan Klas 1A Jayapura menuntut GYH hanya dengan hukuman 5 bulan penjara.
 
“Sidang pembacaan tuntutan sudah Selasa (22/2), tuntutan hukum pada terdakwa hanya 5 bulan penjara,” ujar korban Tony Hartato didampingi kuasa hukumnya, Saron Fakdawer, SH di Jayapura, Sabtu (12/3/2022).
 
GHY yang mengaku Kepala Suku di Papua diduga telah melakukan penipuan dengan cara menjual tanah fiktif seharga Rp 2,6 Miliar, yang  menyebabkan korban Tony Hartato kehilangan uang miliaran rupiah.
 
Kasus penipuan itu sudah berlangsung sejak Juli  2020 dimana terdakwa  GYH menawarkan tanah seluas 1000 M3 di wilayah Jembatan Merah Hamadi, Kota Jayapura, Papua terhadap  korban Tony Hartato.
 
“Setelah terjalin kesepakatan melakukan jual beli tanah yang dijanjikan terdakwa seluas 1000 M3 dengan harga Rp 2,6 Miliar lengkap dengan sertifikat,” katanya. 
 
Tony Hartato mengaku, setelah sepakat jual beli tanah, terdakwa bersama korban melakukan peninjauan lokasi tanah, dengan menunjukkan sebidang tanah yang berada areal jembatan merah, Hamadi. Pada saat itu terdakwa juga mengaku sebagai kepala suku. “Karena mengaku kepala suku,  saya percaya untuk membeli tanah dari dia,” ucap Tony Hartato.
 
Lanjut dia, setelah 4 bulan berjalan dan pembayaran sudah dilakukan secara bertahap, namun sertifikat tanah yang dibeli dari GYH tidak ada, sehingga pihak korban Tony Hartato mulai curiga dan melaporkan GYH ke SPKT Polda Papua kasus penipuan pada 29 Juli 2020.  “Kasus ini sudah disidangkan di Pengadilan Klas 1 A Jayapura, tapi kami merasa ada kejanggalan dalam persidangan karena terdakwa hanya dituntut 5 bulan, tidak sesuai dengan perbuatanya,” tuturnya.
 
Menurut Tony Hartato, seharusnya terdakwa harus dihukum sesuai perbuatannya. Kalau begini dimana keadilan bagi kami korban penipuan terdakwa karena uang kami tidak ada yang dikembalikan.  “Saya berharap majelis hakim bisa melihat hasil keputusanya nanti pada saat diputus tuntutannya pada terdakwa. Lalu terdakwa juga memberikan surat pernyataan pada kami akan mengembalikan kerugian kami, tapi tidak pernah terjadi. Jadi seolah-olah terdakwa ada yang lindungi,”akunya.
 
Tony menilai dalam kasus penipuan tanah ini ada permainan. Sehingga pihaknya sebagai korban telah melaporkan JPU ke pihak Jamwas (Jaksa Pengawas). 
 
“Saat kami melaporkan masalah ini di Jamwas, pihak Jamwas berjanji akan menyelusuri kasus ini, karena mereka juga mengakui adanya permainan dalam kasus kami ini, sehingga jaksa ini akan diperisa. Jadi kami berharap tuntutan Jaksa penuntut itu sesuai,”katanya.
 
Ia menyebutkan, bahwa terdakwa seolah-olah di lindungi dalam kasus penipuan ini, karena dalam persidangan alat bukti surat pelepasan tanah, kwitansi penerimaan uang tidak ditunjukkan,” tambahnya.
 
Untuk itu, Tony Hartato berharap Majelis Hakim di Pengadilan bisa memberinya keadilan.  “Kami berharap Majelis hakim memberikan keadilan seadil-adilnya, “ujar Tony Hartato
 
Sementara itu Kuasa Hukum korban, Saron Fakdawer mengatakan, tetap berpegang teguh pada hukum yang berlaku, tetapi proses kasus ini hendaknya berkeadilan bagi korban.   
 
Sebab dalam kasus Pidana Penipuan dalam KUHP pasal 378 ancaman hukuman 4 tahun, tetapi dalam dakwaan JPU hanya 5 bulan, ada apa?. “Harapan kami hakim bisa mengambil keputusan yang seadil-adilnya sesuai hukum yang berlaku da nada keadilan bagi korban,”jelasnya.(hsb)

ads

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *