BERITA UTAMAMIMIKA

PT Asian One Air Jelaskan Tunggakan Hutang Rp 21 M yang Belum Dibayar, dan Permohonan Evaluasi yang Tidak Ditanggapi

cropped cnthijau.png
37
×

PT Asian One Air Jelaskan Tunggakan Hutang Rp 21 M yang Belum Dibayar, dan Permohonan Evaluasi yang Tidak Ditanggapi

Share this article
Pesawat milik Pemda Mimika yang dioperasikan Asian One Air yang akhirnya dikembalikan dan kini dipenuhi kotoran burung di Bandara Mozes Kilangin.
Pesawat milik Pemda Mimika yang dioperasikan Asian One Air yang akhirnya dikembalikan dan kini dipenuhi kotoran burung di Bandara Mozes Kilangin.

Kami sudah menjelaskan semua pada saat pemeriksaan BPK, dan dalam rekomendasinya agar kita diminta duduk sama-sama bicara ini tapi tidak pernah terjadi duduk bersama. Justru kami berharap ada yang bisa memfasilitasi untuk dilakukan pertemuan bersama.

Secara biaya dalam kami mengoperasikan pesawat dan helicopter milik Pemkab Mimika, kami rugi. Kami harus tanggung semua biaya operasional, gaji pilot, gaji engginer, avtur. Kami harus tanggung jasa bandara, jasa ground handling, jasa Airnav baik di bandara Timika maupun tujuan. Kami juga harus tanggung semua biaya maintenance. juga biaya lain lain yang tidak terduga karena operasional penerbangan sangat kompleks.

iklan
Banner Iklan
iklan

Semua biaya itu dihitung dalam Total Operation Cost per jam terbang. Harga jual perjam terbang sangat tergantung pasar antara 15 juta – 22 juta. Sebagai contoh untuk pesawat caravan, andaikan kita ambil harga pasar tertinggi Rp 22 juta perjam, sisa 10 juta untuk operasional dan maintenance.
Avtur saja sudah Rp.3,5 jt per jam, kita harus bayar jasa bandara, jasa airnav, jasa groundhandling dan biaya lain lain.


Tetapi kita juga harus menyetor Rp 10 juta per jam terbang sebagai biaya sewa pesawat kepada Pemda.
Silahkan masyarakat dapat hitung sendiri. Tetapi karena niat dan itikad baik kami, untuk tetap menjaga dan merawat kedua aset pemda ini, maka kami tetap mengoperasikan kedua aset itu dari hasil subsidi silang dari semua operasi kami. Jujur saja, kalau tidak berpikir ini aset Pemda, maka untuk menjaga nama baik kami dan konsistensi terhadap kontrak sudah lama kami tidak operasikan, sudah lama ingin sekali kami mengembalikan kedua aset ini, dan tidak melakukan periodik maintenance, untuk C dan D check untuk kedua aset itu.

Kami juga harus mencari market sendiri, karena tanggung jawab kepada Pemda untuk Pendapatan Daerah. Sebenarnya kami berharap Pemda bisa bantu kami dalam pemakaian pesawat dan helicopter ini, tentunya secara profesional. Pemda bayar dan kami setor kembali. Tetapi ada yang tidak mau bayar karena menganggap ini pesawat Pemda. Ini kan juga jadi hutang piutang.

Tetapi Pemda kadang menggunakan armada lain. Sebagai contoh, Helicopter diparkir di Timika kadang satu bulan tidak beroperasi. Jam jalan terus untuk umur sparepart. Gaji pilot, engginer, HLO, alowance, akomodasi kita harus terus bayar setiap hari. Padahal untuk menutup break event point, minimal 40 jam.


Kami sangat terbuka, boleh semua pihak melihat laporan keuangan untuk pesawat cessna grand caravan PK- LTV dan helicopter PK- LTA. Kami juga sudah serahkan laporan operasi, maintenace dan keuangan kepada BPK dan BPKP.

Saya akui Asian One punya hutang, tapi saya mohon kepada semua pihak, jangan hanya mendengar dan melihat dari satu pihak saja, jangan hanya kami dikejar untuk membayar hutang tapi kami juga diperhatikan, didengar penjelasan kita, difasilitasi pertemuannya agar dapat melihat secara keseluruhan dari semua aspek termasuk mendengar penjelasan dari kedua pihak.


Operasi penerbangan itu sangat kompleks…lihat saja perusahaan sebesar garuda tidak mampu membayar hutang sewa menyewa?

Niat baik kami dari awal untuk kerjasama hanya untuk membantu memproses pengadaan pemasukan, perijinan, dan pengoperasian kedua aset pemda, karena menurut Dishub pada saat itu, tidak ada operator penerbangan lain yang mau kerjasama dengan bentuk dan harga yang pemda tawarkan.

Maka sebelum bantu, saya membuat surat keterangan bahwa sebagai perusahaan angkutan udara niaga pemegang AOC 135, kami betul betul membantu bukan untuk kepentingan kami tetapi untuk kepentingan Pemda.

Kalau untuk grand caravan kami tidak masalah. Tapi helikopter kami belum pengalaman kami tidak punya pilot, enggineer dan HLO .Tapi untuk membantu pemda kami harus merekrut pilot , engginer dan semua terkait operasi helikopter.


Kami harus membuat manual book dan operation spesification untuk mengoperasikan pesawat Pemda. Nah kami harus bayar gaji pilot mulai pesawat itu disiapkan di pabrik, ini belum operasi tapi Kemenhub haruskan itu.

Untuk pesawat dan helikopter Pemda, kami hanya memproses semua ijin masuk baik ijin Kemenhub, Kemenkeu terkait pajak dan beacukai, dan Kementeria Perdagangan, Kominfo dan Basarnas. Pada saat awal memang berat.

Kami bantu import masuk, termasuk urusan bea cukai kami yang urus. Dan banyak biaya-biaya yang tidak bisa saya sampaikan di sini yang itu yang harusnya menjadi pemda tapi jadi beban biaya tanggungan kami. Ini hanya demi membantu Pemda Mimika.

Sebelumnya kami tidak punya base operasi di Timika. Memang kami sudah beroperasi dengan pesawat kami sebelumnya yang melayani wilayah Papua dengan base operasi di Nabire. Padahal saat itu Kadis Perhubungan pa John Rettob lho, tapi susah masuk Timika. Kami pindah base operasi ke Timika karena operasikan pesawat Pemda.

Saat pertama pesawat dan helicopter beroperasi di Timika, kami banyak alami kendala. Tapi awal-awal kerjasama kami dengan Pemda berjalan baik sehingga proses berjalan lancar.

Kami mulai beroperasi di Timika dengan perjanjian kerjasama sewa menyewa.
Saat operasi awal dengan biaya sewa Rp.10 juta dan Rp 12,5 juta, walaupun awalnya keberatan karena mahal bagi kami, tapi karena ini pesawat terbang dan helikopter baru jadi Kontrak itu berlaku 3 tahun, 2016-2019. Tapi setelah 2019 barulah masalah seperti yang saya beberkan di atas timbul, sehingga kami mengajukan revisi kontrak, tapi tidak ditanggapi. Bagi kami hutang itu harus bayar.
Apalagi sekarang kita sdh selesai kontrak kerjasama.


Banyak hal yang harus kita diskusikan, terkait hutang piutang, terkait ijin impor sementara helicopter, terkait maintenance reserve, terkait asuransi, terkait registrasi helicopter dan airworthines.


Kenapa Dinas Perhubungan tidak mau berdiskusi.Kami sangat berharap ada pihak yang mau memfasilitasi, sehingga waktu mendengar ada dengar pendapat dengan DPRD, rasanya ini angin segar untuk kita, bisa jadi mediator untuk kedua pihak. Tetapi belum dengar dari kami , tetapi hanya menyalahkan kami, tidak membayar hutang. Kami siap diperiksa, diminta keterangan dan membuktikan semua biaya operasi dan maintenance dan hal hal teknis lainnya.

Terkait yg disampaikan Kadishub bahwa setiap tahun Pemerintah menganggarkan biaya untuk asuransi dan sparepart. Kami jelaskan bahwa asuransi pesawat dan helicopter yah harus ditanggung oleh pemilik pesawat dong. Kalau terjadi sesuatu, yah klem asuransi pesawat dan helicopter dikembalikan asuransi kepada Pemda sebagai pemilik aset. Jadi pemda harus yang bayar asuransi.


Terkait sparepart, ada removable sparepart yang tercatat, dan ada komponen opsional yang dibeli untuk kepentingan pesawat dan itu dipasang di pesawat sebagai komponen tambahan, bukan habis pakai yang di hibahkan kepada kami untuk operasional. Contoh pembelian alat sling di helicopter. Itu dipasang di helicopter dan tetap terpasang. Tp itu mungkin hanya pada saat awal saja. Sudah beberapa tahun tidak ada lagi pembelian sparepart.


Jadi dalam operasi pesawat terbang dan helicopter selama kontrak kerjasama semua biaya kami yang tanggung yaitu Crew, engginer, maintenance, avtur, biaya jasa bandara, jasa airnav, ground handling, perijinan, sertifikasi dan biaya lainya.

Pemda Mimika tinggal menerima biaya jasa sewa menyewa sebagai pendapatan asli daerah.
Terkait utang sewa menyewa, kami akui itu. Tetapi kami juga sudah memberikan biaya yang kami keluarkan untuk menjaga pesawat dan helicopter, antara lain, maintenace besar, maintenance reserve untuk enggine, dimana dengan biaya sendiri, kita simpan biaya untuk overhaul enggine yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemilik aset, selisih pembayaran asuransi yang harus ditanggung Pemda.

Untuk diketahui pesawat Grand Caravan sudah kami kembalikan sejak tanggal 21 September 2021, sudah tidak terdaftar lagi di Asian One Air.
Sedang helicopter saat ini diparkir di Hanggar Bandara Nabire sejak bulan April 2022 sejak maintenance rutin, menunggu proses re ekspor dan re impor.
Kami juga sudah mempekerjakan dan mendidik anak asli Mimika sebagai pilot, dan 2 orang engginer yang sudah bekerja dengan kami sebagai copilot dan senior engginer.

Kami rasa aneh kalau pemerintah justru berusaha menjegal kami masyarakat yang telah membantu dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi warganya.(tim)

Banner Iklan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *