Biak, fajarpapua.com– Informasi yang dihembuskan oleh salah satu kelompok masyarakat bahkan dengan mendatangi Komisi Pembatasan Korupsi (KPK) dan melaporkan bahwa terjadi dugaan korupsi di Pemerintah Kabupaten Biak Numfor sebesar Rp. 2,2 triliun di nilai hoax alias informasi bohong.
Hal itu sebagaimana ditegaskan dalam hasil penelusuran Panitia Khusus (Pansus) DPRD Biak Numfor setelah melakukan investigasi, termasuk melakukan pertemuan langsung dan meminta data dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Papua.
Ditegaskan, bahwa tidak pernah BPK RI mengeluarkan atau menyatakan ada temuan kerugian negara Rp. 2,2 Triliun di Pemda Biak Numfor.
Sekedar diketahui, APBD Kabupaten Biak Numfor rata-rata Rp. 1,2 triliun, anggaran sebesar itu sudah termasuk semua belanja-belanja daerah termasuk gaji pegawai (ASN) dan dewan yang nilainya kurang lebih setengah dari nilai dan lainnya adalah proyek-proyek pembangunan, serta belanja lainnya.
“Pernyataan dugaan terjadinya tindak pidana korupsi di Pemerintah Kabupaten Biak Numfor sebesar Rp. 2,2 triliun dinilai berita bohong dan sarat unsur provokatif di masyarakat,” tegas Ketua Pansus Laporan Hasil Pemeriksaan oleh BPK RI, Anthon Kho saat memberikan keterangan pers, di DPRD Biak Numfor.
Dikatakan Anthon Pansus DPRD Biak Numfor terkait dengan tindak lanjut LHP dan informasi yang meresahkan soal dugaan korupsi Rp. 2,2 triliun oleh kelompoknya yang mengatasnamakan Lembaga Monitoring Hukum dan Keuangan Negara (LMHKN) Kabupaten Biak Numfor.
Dalam keterangan persnya, Anthon yang didampingi Plt. Sekretaris DPRD Biak Numfor Yudi Wanma menegaskan, ada dugaan informasi Rp. 2,2 triliun adalah unruk memprovokasi masyarakat Biak Numfor tanpa diserta bukti valid dan dinilai tidak logis karena APBD Kabupaten Biak Numfor setiap tahunnya hanya kurang lebih sebesar Rp. 1,2 triliun.
“Artinya uang yang diduga dikorupsi diambil dari mana, dan jika memang itu terjadi berarti Pemerintahan Biak Numfor akan lumpuh selama ini,” tegasnya.
BPK Pertanyakan Sumber Data
Ir. Johan Anthon Kho membeberkan hasil penelusuran yang dilakukan termasuk di BPK RI Perwakilan Papua yang dikatakan oleh pendemo sebagai sumber data mereka
Dari lembaga tersebut diperoleh informasi bahwa BPK tidak membenarkan adanya penyampaian dari organisasi-organisasi masyarakat bahwa nilai Rp. 2,2 Triliun tersebut diperoleh datanya dari lembaga dimaksud.
“Artinya dari data yang diberikan sebagai tindak lanjut bahwa mereka (BPK) tidak juga mengakui adanya nilai 2, 2 triliun tersebut,” tegasnya.
BPK, menurut Anthon Kho, juga sangat kaget dengan opini yang beredar di masyarakat khususnya untuk Kabupaten Biak Numfor terkait dugaan tindak pidana korupsi sebesar Rp 2,2 Triliun yang dikatakan merupakan akumulasi dari tahun anggaran 2016 sampai tahun anggaran 2021.
BPK RI Perwakilan Provinsi Papua lanjutnya kemudian memberikan data yang akurat, yang resmi berkaitan dengan hasil audit yang telah dilakukan untuk Kabupaten Biak Numfor dari tahun anggaran 2016 hingga 2021.
“Dari hasil temuan tersebut dapat kami sampaikan bahwa khusus untuk tahun 2021, kami memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah karena di tahun 2021 hanya mendapatkan 13 temuan yang direkomendasikan BPK dan nilainya juga tidak fantastis, hanya 1 M lebih. Dan rekomendasi itu sudah ditindaklanjuti oleh Pemerintah daerah Biak Numfor,” bebernya.
Selanjutnya, jumlah rekomendasi yang diberikan sebesar 276 rekomendasi untuk enam tahun berturut-turut (2016 -2021) dimana jumlah akumulasi dengan nilai rekomendasi sebesar 43,09 Miliar.
“Artinya dari nilai rekomendasi selama 6 tahun berturut-turut, data yang kami dapat dari BPK RI Perwakilan Provinsi Papua, total nilai akumulasi adalah sebesar 43,09 Miliar,” tegasnya.
Dengan demikian, opini yang disebarkan LMHKN tersebut, masih kata Anthon Kho, tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Dari data ini saja, kita sudah bisa menyimpulkan bahwa opini yang lagi dikembangkan oleh pihak LMHKN Biak, baik itu di daerah maupun sampai ke demo di Jakarta dinyatakan tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan karena tidak ada data satu pun dari BPK yang mendukung pernyataan-pernyataan tersebut,” tegasnya.
Dari data yang didapati juga oleh Pansus LHP bahwa dari tahun 2016 – 2021, hasil temuan yang belum ditindaklanjuti itu adalah adalah sebesar 19,20 persen.
“Jadi sisa yang belum ditindaklanjuti lebih kurang sekitar 8 Miliar,” katanya. “Untuk itu, atas nama Pansus LHP menyatakan kepada seluruh masyarakat bahwa opini yang dibangun tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
“Dan ini merupakan hoax ! Sehingga bagi kami, yang menyebarkan isu-isu tersebut itu adalah segelintir orang yang dapat dikategorikan sebagai penghasut bagi masyarakat,” lanjutnya.
Pihaknya juga meminta kepada Pemerintah daerah untuk segera mengambil tindakan berkaitan dengan isu-isu yang terus-menerus disebarkan kepada masyarakat demi menjaga kredibilitas jalannya pemerintahan.
“Untuk itu, saya minta kepada masyarakat Biak Numfor juga Pemerintah daerah bahwa kita harus mengambil langkah tegas terkait dengan oknum-oknum yang merusak citra Pemerintah daerah Mereka yang membuat berita-berita ini juga bisa dikategorikan sebagai provokator,” desaknya.
“Hentikan provokator-provokator yang selama ini, jangan jadi provokator di Kabupaten Biak Numfor ini. Saya minta dia harus mempertanggungjawabkan semua pernyataan-pernyataannya karena dia tidak tidak punya bukti. Karena saat Pansus mengundang dua kali, dia tidak berani dan tidak mampu untuk memperlihatkan data yang menurut dia berasal dari BPK,” tegasnya.(red)