Penulis : Mustofa
(Redaktur fajarpapua.com)
FILEP Jacob Semuel Karma atau biasa dikenal dengan nama Filep Karma, adalah aktivis kemerdekaan Papua yang populer sejak awal Tahun 90-an.
Filep Karma yang lahir 15 Agustus 1959, selain dikenal sebagai aparatur sipil negara (ASN) ternyata bukanlah orang sembarangan.
Filep Karma adalah putra pertama dari tujuh bersaudara yang lahir dari pasangan Mama Noriwari dan Andreas Karma.
Berdasar penelusuran fajarpapua.com dari situs Wikipedia dan sejumlah situs lainnya diketahui, Filep menyelesaikan pendidikan tingkat SD Kristus Raja Dok V, SMP Negeri Satu dan SMA Negeri 413 Abepura di Jayapura.
Selanjutnya setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas, Filep melanjutkan kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Sebelas Maret, Solo.
Setelah memperoleh gelar strata satu, Filep Karma berhasil menjadi pegawai negeri sipil atau ASN di Kantor Gubernur Provinsi Irian Jaya dan ditempatkan di Balai Diklat Pendidikan PNS di Kotaraja Jayapura.
Filep dikenal sebagai sosok yang cerdas, ini dibuktikan dengan dirinya sempat mendapat beasiswa untuk belajar di Filipina.
Selain itu ayah kandungnya Andreas Karma demikian nama orang tua Filep merupakan pegawai negeri sipil didikan Belanda.
Bahkan di era pasca kemerdekaan, Andreas Karma yang bekerja sebagai pegawai pemerintah Indonesia dipercaya menjabat sebagai Camat yang bertugas di Bokondini.
Bahkan kemudian karena dedikasi terhadap Pemerintah Indonesia, Andreas Karma ditunjuk sebagai Bupati Jayawijaya di Wamena dan juga Bupati Yapen Waropen.
Mantan Wakil Gubernur Papua, Constant Karma, ternyata juga merupakan salah satu sepupu atau keluarga dari Filep.
Filep pertamakali dikenal sebagai sosok aktivis Organisasi Papua Merdeka saatc memimpin tragedi Biak Berdarah 6 Juli 1998 di Tower Menara Air Minum Puskesmas Biak Kota.
Setelah sempat tak terdengar kabarnya, pada 1 Desember 2004, Filep ikut mengibarkan Bendera Bintang Kejora dalam sebuah upacara di Jayapura, Indonesia.
Akibatnya, pada 2 Desember 2004, Filep Karma dan Yusak Package ditangkap atas tuduhan pengkhianatan terhadap negara dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Filep dan Isu Internasional
Sejak dijatuhi hukuman penjara karena ikut dalam aktivitas Papua Merdeka, sosok Filep Karma menjadi perhatian bukan hanya bagi politisi dalam negeri tetapi juga internasional.
Contohnya, pada Agustus 2008 setidaknya 40 anggota Kongres Amerika Serikat mengirim surat ke Pemerintah Indonesia yang meminta pembebasan Yusak Pakage dan Filep Karma dibebaskan.
Medio 2009, Asian Human Rights Commission menyatakan bahwa para sipir memukuli Filep Karma karena terlambat kembali dari cuti penjara pada tanggal 1 Februari.
Mereka dikabarkan memecahkan kacamatanya dan menyayat salah satu kelopak matanya.
Media 2010, Filep Karma saatdiizinkan menjadi narasumber untuk sebuah stasiun radio setempat dan di sana ia mengaku sering disiksa sipir penjara:
Namun hal yang lebih menyakitkan adalah penyiksaan mental yang harus dilalui.
Di Medio Mei 2010, otoritas penjara menolak permintaan dokter Filep Karma untuk membawanya ke Jakarta demi mendapatkan perawatan medis yang layak.
Amnesty International kembali mengeluarkan peringatan tentang keselamatannya.
Pada Desember 2010, Filep Karma ditransfer ke kepolisian Jayapura setelah terjadi kerusuhan di penjara.
Human Rights Watch pun kembali meminta Karma dan rekan-rekan politiknya dibebaskan serta memprotes sedikitnya akses ke lembaga bantuan hukum. Filep Karma segera dipindahkan kembali ke Penjara Abepura.
Amnesty International kembali mengeluarkan peringatan atas nama Filep Karma pada April 2012 setelah organisasi ini menduga otoritas penjara menolak menyediakan perawatan medis kepada Filep Karma yang menderita tumor.
Dan pada Selasa, 1 November 2022, perjuangan aktivis Papua Merdeka itu berakhir saat ia ditemukan meninggal dunia.
Entah apa penyebab dirinya tewas, namun saat ditemukan Filep Karma diketahui masih mengenakan Baju Selam yang merupakan olahraga favoritnya. *