Timika, fajarpapua.com – Pada perayaan Hari Raya Waisak 2567/2023, umat Budha Kabupaten Mimika melaksanakan ibadah Puja Bakti yang digelar di Cetia Giri Loka Kampung Naena Muktipura SP 6 Distrik Iwaka, Minggu (4/6).
Ibadah yang dipimpin oleh Romo Upasaka Pandita Kantadamo Kartiady itu berjalan dengan tenang dan khidmad yang diikuti oleh puluhan umat Budha Mimika.
Perayaan tersebut juga dihadiri Kepala kantor Kementerian Agama Kabupaten Mimika, Penyelenggara Hindu Buddha Kabupaten Mimika, Ketua FKUB Kabupaten Mimika dan jajaran, Kepala kampung Naena Muktipura, Babinsa, Bhabinkamtibmas Kampung Naena Muktipura dan Ketua beserta warga RT 14 Jalur 7.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Sangha Agung Indonesia Khemacaro, Mahathera dalam pesan Waisak yang dibacakan Ketua Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) Kabupaten Mimika Jemmy Mulyono mengajak umat untuk hidup harmonis, “Harmonis Masyarakat Damai Negaranya’.
“Bulan suci penuh berkah yang tiada taranya, purnama sidhi di bulan Waisaka
telah kembali, peringatan Tri Suci Waisak 2567 TB / 2023 telah bergema di bumi Nusantara.
Bersama-sama kita mengenang kembali peristiwa agung kelahiran Maha Bodhisatwa Siddhartha ke bumi ini, pencapaian pencerahan sempurna Samana Gotama
menjadi Buddha Sakyamuni, dan Mahaparinirwana Buddha Sakyamuni.
Tiga perisitiwa penting yang kita peringati ini adalah teladan bagi kita dalam mempertahankan dan mengembangkan Buddha-dharma di Bumi Nusantara.
Sebagai siswa Buddha, kita hendaknya mengembangkan keharmonisan dalam
diri, keharmonisan dalam keluarga dan keharmonisan dalam masyarakat,” katanya.
Buddha mengajarkan tentang praktik cinta kasih dan kasih sayang, perasaan senang melihat kebahagiaan orang lain, serta keseimbangan batin yang dikembangkan ke segala penjuru dan kepada semua makhluk secara luas, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan dan tanpa niat buruk (A.II.128-129); yang bertujuan agar para siswaNya dapat mewujudkan keharmonisan dengan memahami kepentingan individu (pribadi) dan kepentingan umum, sehingga tidak mengganggu hak asasi orang lain.
Diri sendiri adalah lingkup terkecil bagi individu yang dapat dilakukan dengan
praktik diri yang baik tanpa ekstrim yang berlebihan pada pemuasan dan penyiksaan diri. Demikian halnya sebagai perumah tangga yang baik, hendaklah melatih diri dalam ranah praktik sebagai perumah tangga dan tidak berlebihan.
Perumah tangga yang telah mengembangkan keharmonisan dalam diri hendaklah mengembangkan keharmonisan dalam berkeluarga dengan melaksanakan kewajiban kewajiban sebaik mungkin. Seperti yang tercatat dalam Sigalovada Sutta (D.III.180-193), Buddha menyampaikan tugas dan kewajiban bagi orang tua, guru, istri, anak, sahabat, teman, para pekerja, pertapa dan brahmana agar terjalin keharmonisan dalam berkeluarga. Hal ini juga menjadi teladan keharmonisan dalam Keluarga Buddhayana Indonesia.
Setelah keharmonisan dalam diri sendiri dan keluarga dikembangkan, kita perlu mengembangkan keharmonisan dalam bermasyarakat. Keharmonisan dalam bermasyarakat dapat dicapai dengan mengembangkan Tri Kerukunan Umat Beragama sebagai wujud toleransi dalam beragama. Kerukunan dalam internal umat beragama, kerukunan antar umat beragama dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah adalah perwujudan kebersamaan dalam perbedaan yang merupakan implementasi nyata dari semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”.
Buddha mengibaratkan keharmonisan tanpa perselisihan ibarat perpaduan antara
susu dan air, dimana satu sama lain memandang dengan tatapan kasih sayang (A.III.67).
Buddha mengarahkan para siswaNya agar memiliki gaya hidup dan kepekaan dalam
tanggung jawab sosial yang mengarah pada suatu masyarakat yang harmonis di mana orang-orang bertindak menuruti kepentingan umum.
Harmonis dalam kemajemukan yang diajarkan Buddha mengarah pada pencapaian damai dalam diri, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan damai dalam bernegara. Sebagai siswa Buddha, sudah sepantasnya turut menjaga keharmonisan
bermasyarakat, kita juga menjalankan himbauan pemerintah dan aturan negara dengan sebaik-baiknya, demi terciptanya negara yang teratur dan damai. Keharmonisan dalam bermasyarakat sangat penting dalam mewujudkan negara yang damai.
Negara yang damai akan menunjang pada terwujudnya masyarakat yang sejahtera pula. Hal ini selaras dengan program pemerintah dewasa ini, untuk mewujudkan pelaksanaan “Moderasi Beragama”.
“Mari seluruh umat Buddha, kita bersama mewujudkan keharmonisan dalam bermasyarakat demi terwujudnya negara yang damai, sehingga tema waisak yang kita
usung pada tahun ini tidak hanya sekedar menjadi semboyan semata, tetapi menjadi dasar bagi kita bersama dalam mendukung pemerintah mewujudkan negara yang damai. Hidup harmonis dengan tanpa permusuhan, tanpa kekerasan, tanpa menyakiti, dan tanpa perselisihan; serta menyadari bahwa sesungguhnya kita semua bersaudara, kita pada hakikatnya satu, kita Indonesia, kita Pancasila,” tuturnya.
“Semoga berkah Waisak senantiasa melimpah kepada kita semua. Semoga berkah
Waisak membawa pada kebahagiaan, kesejahteraan, kedamaian dan keharmonisan bagi kita semua, bagi Bangsa Indonesia, dan bagi seluruh dunia. Harmonis masyarakat, damai negaranya, damai Indonesia. Selamat merayakan Trisuci Waisak 2567 TB / 2023,” tutupnya.(ron)