Jayapura, fajarpapua.com – Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Papua, khususnya para tokoh adat dan lembaga kultural seperti Majelis Rakyat Papua (MRP), atas munculnya kekecewaan terkait pemusnahan barang bukti berupa ofset dan mahkota cenderawasih pada 20 Oktober 2025 di Jayapura.
Direktur Jenderal KSDAE, Prof. Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan pemusnahan tersebut merupakan bagian dari proses penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar dilindungi dan bagian-bagiannya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Namun demikian, Kementerian Kehutanan memahami sebagian barang bukti yang dimusnahkan memiliki nilai budaya yang tinggi bagi masyarakat Papua.
“Kami menyampaikan permohonan maaf atas timbulnya kekecewaan dan rasa terluka yang dirasakan oleh masyarakat Papua. Kami memahami bahwa mahkota cenderawasih bukan sekadar benda, melainkan simbol kehormatan dan identitas kultural masyarakat Papua,” ujar Prof. Satyawan di Jakarta, Rabu (22/10).
Ia menegaskan tidak ada niat dari Kementerian Kehutanan untuk menyinggung atau mengabaikan nilai budaya masyarakat Papua.
Menurutnya, kejadian tersebut murni dalam kerangka penegakan hukum dan menjadi pembelajaran penting agar setiap kebijakan di lapangan ke depan turut mempertimbangkan aspek sosial dan budaya.
“Konservasi tidak hanya soal menjaga dan melindungi satwa di alam, tetapi juga tentang penghormatan terhadap nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Kami berkomitmen untuk terus membangun komunikasi dan kolaborasi dengan masyarakat Papua berdasarkan prinsip saling menghormati,” lanjutnya.
Sebagai tindak lanjut, Kementerian Kehutanan telah menginstruksikan Balai Besar KSDA Papua untuk segera berkoordinasi dengan lembaga adat, MRP, dan tokoh masyarakat setempat.
Langkah ini dilakukan guna memperkuat pemahaman bersama serta merumuskan mekanisme penanganan barang bukti satwa liar yang memiliki nilai budaya agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari.
“Kami akan mengkaji kemungkinan agar barang bukti bernilai budaya dapat dikelola untuk mendukung fungsi edukatif melalui kerja sama dengan lembaga adat atau museum daerah, tanpa mengurangi aspek hukum perlindungan satwa liar,” jelas Prof. Satyawan.
Kementerian Kehutanan menegaskan kembali komitmennya bahwa konservasi Cenderawasih dapat berjalan seiring dengan penghormatan terhadap budaya Papua.
Burung cenderawasih, kata Satyawan, bukan hanya kekayaan alam Indonesia, tetapi juga simbol dan kebanggaan masyarakat Papua yang harus dijaga bersama.
(hsb)